Archive | Juni 2011

Mirisnya Indonesiaku….

Semakin lama aku bukannya semakin bangga tapi semakin tidak ingin menjadi bangsa Indonesia. Apalagi melihat berita-berita berikut yang semakin membuat enggan  jadi bagian bangsa ini:

 

Contekan Massal SDN Gadel

Orangtua AL Minta Maaf Diteriaki Wali Murid Tak Punya Hati Nurani

Imam Wahyudiyanta – detikSurabaya


Ortu AL minta maaf diteriaki wali murid/Imam

Surabaya – Kemarahan para wali murid SDN Gadel terhadap orangtua AL, Siami dan Widodo saat menghadiri pertemuan dengan berbagai instansi yang berwenang di balai RW, tak bisa dibendung.

Para wali murid terus berteriak agar keluarga AL diusir dari rumahnya di Gadelsari Barat. Apalagi mereka yang berprofesi sebagai buruh dan tukang jahit itu hanya sebagai pendatang, bukan warga asli.

“Usir, usir…tak punya hati nurani,” teriak wali murid tak henti-hentinya, Kamis (9/6/2011).

Hiruk pikuk warga membuat suara Siami yang gemetaran dan ingin meminta maaf nyaris tidak terdengar oleh wali murid. Sura Siami nyaris tenggelam oleh suara massa meski sudah menggunakan pengeras suara.

“Saya tidak menyangka akan seperti ini. Saya minta maaf sebesar-besarnya kepada kepala sekolah dan wali kelas,” kata Siami didampingi suaminya.

Dari pantauan detiksurabaya.com, meski sudah meminta maaf, namun warga tetap meminta Siami dan keluarganya keluar dari Desa Gadel. Sementara ruang pertemuan yang berukuran kecil terdengar riuh dan ramai oleh massa.

Usai meminta maaf, Siami kemudian berjabat tangan dan berpelukan dengan Kepala Sekolah Sukatman dan 2 guru kelas VI Fathur Rochman dan Prayitno. Kepala sekolah sendiri mewakili dua guru tersebut meminta maaf atas kejadian di SDN Gadel 2.

Pihaknya dan guru kelas VI lainnya, sudah legowo dan menerima sanksi yang diberikan walikota berupa turunnya pangkat golongan dan tidak lagi menjabat sebagai kepala sekolah.

Meski begitu kemarahan massa tidak surut. Sehingga Siami dan Widodo yang akan keluar ke ruang pertemuan harus dikawal ketat polisi dan koramil. Setelah melewati barisan massa, Siami dan Widodo langsung dimasukkan ke mobil patroli polisi.

(iwd/fat)

http://surabaya.detik.com/read/2011/06/09/100729/1656453/466/orangtua-al-minta-maaf-diteriaki-wali-murid-tak-punya-hati-nurani

Pakar Pendidikan: Warga ‘Sakit’, Tuntutannya Tak Bisa Dituruti

Imam Wahyudiyanta – detikSurabaya

<p>Your browser does not support iframes.</p>

Surabaya – Pakar pendidikan, Daniel M Rosyid, menyesalkan tindakan warga Gadel terkait kasus contekan massal saat pelaksanaan Ujian Nasional (UN) di SDN Gadel II. Mantan Ketua Dewan Pendidikan Jatim itu sedih melihat warga justru akan mengusir keluarga AL.

“Tuntutan warga untuk mengusir keluarga AL tidak masuk akal. Itu tidak bisa dituruti,” kata Daniel kepada wartawan di Balai RW VI, Jalan Gadel Tengah, Kamis (9/6/2011).

Daniel menilai tuntutan warga tersebut sudah tidak rasional. Perbuatan yang benar yang dilakukan ibu AL, Siami, dinilai warga justru malah salah. Tindakan mencontek rupanya sudah mengakar dan menjadi kebiasaan bahkan budaya di masyarakat.

“Warga ternyata sakit,” tambah Daniel yang dipercaya walikota sebagai tim investigasi kasus itu.

Apakah tuntutan warga akan dipenuhi ? Daniel dengan tegas mengatakan tidak. AL dan keluarganya akan tetap tinggal di Gadel. Dan masyarakat harus diberi pengertian dan pemahaman tentang kasus tersebut.

Lagi pula Kepala Sekolah Sukatman dan dua guru, Fatkhur Rohman dan Prayitno, sudah legowo dan menerima keputusan sanksi yang diberikan.

“Jangan sampai ada orang jujur malah ajur,” tegas pria lulusan ITS tersebut.

Daniel menambahkan bahwa sekolah haruslah mendidik dan mencerdaskan masyarakat, bukan melayani keinginan masyarakat. Jika sekolah selalu melayani keinginan masyarakat, apa artinya sebuah sekolah.

Sebelumnya, diduga ada contekan massal saat pelaksanaan Ujian Massal (UN) di SDN Gadel II/577. Wali murid AL pun melapor ke sekolah dan diteruskan ke dinas pendidikan. Akibat kasus ini, kepala sekolah dan 2 guru mendapat sanksi penurunan pangkat selama 1 -3 tahun dan tidak menjabat sebagai kasek maupun guru.

(iwd/fat)

from : http://surabaya.detik.com/read/2011/06/09/114055/1656570/466/pakar-pendidikan-warga-sakit-tuntutannya-tak-bisa-dituruti

 

Komentar : Masa murid jujur malah diusir sama warga? Mengenaskan… mengenaskan…. nyontek massal malah dibela. Inilah wajah dunia pendidikan sebenarnya. Di sekolahku yang terkenal dengan prestasi internasionalnya dulu hal ini juga terjadi. Ada guru bernama UH yang mengkoordinir aksi massal contek bersama itu. Aku sebenarnya nggak mau, tapi bahkan didesak sama guru2 yang lain juga. “Saya tahu kemampuan kamu. Kamu tidak mungkin lulus kalau sendirian!” kata guru Matematikaku waktu itu.  Mudah-mudahan pemerintah memikirkan solusi untuk masalah ini.

Selain itu, ada juga kabar lain yang tidak kalah mengenaskan:

 

Biaya Operasi Payudara Malinda Dee Ditanggung Jamkesmas
Moksa Hutasoit – detikNews

Biaya Operasi Payudara Malinda Dee Ditanggung Jamkesmas

Jakarta – Tersangka kasus penggelapan dana nasabah Citibank, Malinda Dee, akan menjalani operasi radang payudara. Uniknya, biaya operasi itu akan dibebankan pada Jaminan Kesehatan Masyarakat (Jamkesmas), fasilitas untuk rakyat tak mampu.

“Untuk biaya pengobatan, ada yang namanya Jamkesmas dan memang, dananya memang ditanggung pemerintah. Tapi dengan standar tertentu. Tidak berarti semuanya dibiayai. Kalau dia minta yang lebih dan tidak sesuai dengan Jamkesmas tentu akan menjadi tanggung jawab dari keluarga yang bersangkutan,” ujar Kabareskrim Polri Komjen Ito Sumardi.

Hal itu dikatakan Ito di Gedung Kemenkum HAM, Jl HR Rasuna Said, Kuningan, Kamis (9/6/2011).

Ito menjelaskan setiap tahanan memang mendapat fasilitas Jamkesmas. “Setiap tahanan juga dicover oleh Jamkesmas. Tapi lebih tepatnya semua tahanan menjadi tanggung jawab Ditjen Lapas,” jelas Ito.

Mengenai jumlah biaya dan teknis operasinya, Ito mengatakan belum mendapatkan laporan.

Sementara Kadiv Humas Mabes Polri Irjen Anton Bachrul Alam mengatakan operasi Malinda akan dilakukan tim dari RS Polri pada pekan depan.

“Operasinya belum, rencana minggu depan. Tapi sudah dilakukan pra-operasi, pra-operasi itu melakukan observasi kepada yang bersangkutan,” jelas Anton.

Selama masa operasi dan perawatan, kemungkinan bisa mengganggu penyelidikan. Berkas Malinda, imbuh Anton, akan dikembalikan lagi ke Kejaksaan pekan ini.

Operasi Malinda seperti apa Pak? “Hahaha.. tanya ke dokter saja,” jawab mantan Kapolda Jawa Timur ini.

Malinda ditahan terkait pencucian uang dan tindak pidana perbankan. Mantan Senior Relationship Manager Citibank Landmark itu mengalirkan dana nasabah ke beberapa rekening yang kemudian diketahui ditransfer kembali ke rekening milik Malinda. Selain Malinda, polisi juga menetapkan Dwi Herawati (eks Pegawai Citibank NA), Novianty Irine, SE (cash supervisor/head teller Citibank Landmark Jakarta) dan Betharia Panjaitan (cash supervisor/head teller Citibank Landmark.

Selain itu, polisi juga menahan Andhika Gumilang (suami siri Malinda), Viska (adik kandung), dan Ismail (ipar) karena diduga menerima dan menikmati uang dari Malinda hasil pencucian uang.

(nwk/nrl)

from : http://www.detiknews.com/read/2011/06/09/120252/1656597/10/biaya-operasi-payudara-malinda-dee-ditanggung-jamkesmas

 

Komentar : Padahal si malinda itu kurang kaya gimana kok operasinya masih ditanggung negara? Pakai Jamkesmas lagi! Masih banyak warga yang ditolak rumah sakit, Buk! Ini misalnya:

 

“Ditolak” Sana Sini oleh Rumah Sakit, Bocah 2 Tahun Meninggal Dunia

Posted by K@barNet pada 27/12/2009

Kesedihan masih lekat di keluarga Naila (2), Bocah belia yang meninggal Jum’at (25/12) akibat penyakit komplikasi dan di “tolak” oleh para pihak rumah sakit. Menurut Dodi (29) paman Naila (2), rumah sakit seharusnya tidak meminta uang muka terlebih dahulu kepada kami untuk ruang ICU anak.

“Saya rasa pihak rumah sakit kini sudah kelewatan, masa orang sudah sakit parah dan membutuhkan pertolongan cepat harus diminta uang DP dulu baru dirawat,” katanya di Jurang Mangu Barat, Pondok Aren, Tangsel, Sabtu (26/12).

Sebelumnya pihak keluarga telah mencari rumah sakit yang menjadi rujukan dokter jaga RS Bakti Asih, Ciledug, Tangerang, ke RS Sari Asih yang masih dimiliki oleh Wakil Walikota Tangerang. Namun ketika dikonfirmasi katanya penuh.

Setelah menghubungi beberapa rumah sakit, akhirnya pihak keluarga mengkonfirmasi RS International Bintaro (rujukan dokter) namun pihak rumah sakit meminta uang muka terlebih dahulu Rp 10 juta dan mengatakan biaya perharinya Rp 8 juta untuk ruang ICU anak , pihak keluarga pun akhirnya menolak.

Tanpa pantang meyerah, Dodi menghubungi RS JMC Buncit Raya, Jakarta Selatan, hal senada juga dikatakan, pihak rumah sakit meminta uang muka terlebih dahulu Rp 15 juta dan mengatakan biaya perharinya berkisar Rp 4 juta, keluarga menolak, dan terakhir RS Harapan Kita, yang meminta uang muka Rp 18 juta.

Sebelumnya di beritakan Jum’at (25/12) bocah berumur 2 tahun meninggal dunia karena orang tuanya tidak mampu mebayar uang muka sebesar Rp 10-15 juta untuk ruang perawatan ICU anak.

Naila (2) merupakan anak ke dua dari pasangan Zainudin warga RT 03 RW 02 Jurang Mangu Barat, Pondok Aren, Tangerang Selatan.

Naila sebelumnya terkena penyakit komplikasi, Kamis (24/12) sekitar pukul 23.05 wib di bawa ke Rumah Sakit Aqidah, Ciledug pihak rumah sakit tersebut merujuk ke rumah sakit Bakti Asih, Ciledug, Kota Tangerang.

Namun karena perlengkapan yang kurang memadai menurut keterangan dokter jaga, Jumat (25/12) pukul 12.15 wib pihaknya merujuk ke beberapa rumah sakit yang mempunyai ruang ICU anak, tapi beberapa rujukan rumah sakit tersebut meminta uang muka puluhan juta terlebih dahulu jika dirawat.

Karena kondisi ekonomi, pihak keluarga akhirnya pasrah dan tetap dirawat dengan minim peralatan di rumah sakit Bakti Asih. Jumat (25/12) pukul 09.00 wib Naila yang tak berdosa tersebut meninggal dunia. (berita8.com)

from : http://kabarnet.wordpress.com/2009/12/27/ditolak-sana-sini-oleh-rumah-sakit-bocah-2-tahun-meninggal-dunia/

 

Ada lagi :

 

Indonesia Duduki Peringkat Empat Negara Terkorup di Asia

2011/05/13

REPUBLIKA.CO.ID,SOLO–Peringkat korupsi di Indonesia masih tergolong tinggi. Ketua KPK Busyro Muqodas menyatakan bahwa Indonesia masih menduduki peringkat ke empat negara terkorup di kawasan Asia.

Upaya pemberantasan korupsi terus dilakukan. KPK, misalnya, tengah menunggu izin presiden untuk diperiksa. Menurut KPK ada 158 pejabat yang diduga terkait dengan korupsi hingga saat ini masih menunggu izin dari Presiden.

“Mereka terdiri dari 150 pejabat daerah dan delapan gubernur yang tersangkut berbagai masalah, kini menunggu izin dari Presiden untuk diperiksa KPK,” katanya saat penandatanganan kerja sama antara KPK dengan Universitas Muhammadiyah Surakarta (UMS) dan seminar mengenai penanganan korupsi, di Solo, Jumat.

Ia mengatakan, pelaku korupsi yang telah ditangani KPK tercatat sebanyak 245 orang.

Mereka antara lain terdiri atas hakim (1), duta besar (4), kepala lembaga dan kementerian (6), komisioner (7), gubernur (8), wali kota dan bupati (22), lain-lain (26), anggota DPR dan DPRD (43), swasta (44), pejabat eselon I, II, serta III (84). Dana yang dikorupsi, katanya, bukan hanya APBN tetapi juga APBD.

Ia mengatakan, jumlah sementara uang negara yang diselamatkan oleh KPK sebesar Rp7,9 triliun, sedangkan saat ini sekitar Rp50 triliun potensi kerugian negara dari kasus korupsi pembayaran pajak.

“Kami akan segera kejar mengenai potensi kerugian negara sebesar tersebut dari tindak penyelewengan pajak itu. Dalam waktu dekat sudah bisa dilakukan,” katanya.

Potensi kerugian negara atas kasus lainnya yaitu pendidikan lebih dari Rp2 04,2 miliar, kesehatan lebih dari Rp113,4 miliar, dan infrastruktur lebih dari Rp 597,5 miliar.

Selain itu, kehutanan lebih dari Rp 2,3 triliun, minyak dan gas lebih dari Rp 40,1 triliun, keuangan daerah lebih dari Rp 1,3 triliun, dan perbankan lebih Rp 1,8 triliun.

from : http://www.warta-berita.co.cc/indonesia-duduki-peringkat-empat-negara-terkorup-di-asia/

 

Komentar : Korupsi dimana-mana. Mulai dari tukang parkir, admin kampus,pejabat, dan lain-lain. Bayangin, uang parkir 500 bisa jadi 2000, bikin surat di kampus yang seharusnya gratis diminta sampai 6000 bahkan 20.000, bahkan fasilitas print di kampus dimanfaatkan untuk usaha fotokopi/ngeprint oleh karyawan. Bikin KTP seharusnya 5000 dimintai 200.000. Bikin akta dimintai 700.000. Mau masukin anak ke suatu sekolah pakai nyogok dulu. EDAN! Cari uang memang susah, tapi bukan begini juga kaleeee!  Kesel, deh!

Belum lagi ulah-ulah anggota dewan yang terhormat:

 

Film Biru di Tengah Sidang Paripurna DPR

Sebosan apakah sebuah rapat, dan kegiatan macam apa yang bisa dilakukan untuk melupakan kebosanan itu? Apa pun jawabannya, melihat materi pornografi rasanya bukanlah hal yang pantas dilakukan.

Seorang anggota DPR, di tengah rapat paripurna Jumat (8/4), dipergoki membuka film porno di komputer tabletnya. Di ruang sidang, Ketua DPR Marzuki Alie tengah membacakan hasil sementara sidang paripurna.

Sial baginya, hal itu terintip oleh Mohamad Irfan, fotografer Media Indonesia. Klik, terabadikan sudah aksi sang wakil rakyat. Tentu saja beritanya langsung ditulis di situs Media Indonesia.

Berapa lama sang wakil rakyat menonton? “Kurang lebih semenitan, deh,” kata Irfan, fotografer itu, kepada Kompas.com. Obyeknya saat itu duduk di sayap kiri di blok belakang ruang sidang paripurna.

Siapakah dia? Anggota DPR itu adalah Arifinto, bertugas di Komisi V DPR. Kepada Kompas, Arifinto membantah menonton video porno. Politisi PKS itu mengaku menerima email di tabletnya. Saat dibuka, email asing itu hanya berisi tautan yang lalu diklik olehnya. Muncullah gambar itu.

“Mungkin pas gambar keluar, dan pas dipotret wartawan. Pas-pasan aja itu. Cuma sebentar kok, paling hanya beberapa detik, enggak sampai setengah menit. Tahu-tahu beredar gitu,” kata Arifinto.

Usai melihat sebentar, wakil dari daerah pemilihan Jawa Barat itu mengaku langsung menghapus pesan tersebut, karena dirasa tak ada gunanya.

Lebih lanjut, Arifinto dilaporkan berkata bahwa ada kemungkinan ia dijebak, mengingat posisinya sebagai anggota Dewan.

from http://id.berita.yahoo.com/film-biru-di-tengah-sidang-paripurna-dpr.html

 

DPR: Gedung Baru Cuma 26 Lantai, Tak Masalah
Senin, 9 Mei 2011, 16:23 WIB

Anggi Kusumadewi, Suryanta Bakti Susila

Maket rancangan awal gedung baru DPR. (Antara/ Andika Wahyu)

VIVAnews – Wakil Ketua DPR Priyo Budi Santoso tidak mempersoalkan keputusan Kementerian Pekerjaan Umum yang memangkas rencana pembangunan gedung baru DPR dari 36 lantai menjadi ‘hanya’ 26 lantai. Priyo mengaku bisa menerima hasil audit Kementerian PU tersebut. Ia bahkan berterima kasih kepada Kementerian PU.

“(Audit oleh Kementerian PU itu) luar biasa. Kami memberikan kepercayaan tinggi kepada Kementerian PU dan jajarannya untuk mengkalkulasi ulang. DPR berterima kasih kepada ahli-ahli mereka. Saya mendorong seluruh anggota DPR menerima keputusan itu dengan lapang dada,” kata Priyo di Gedung DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin, 9 Mei 2011.

Menurut Ketua DPP Partai Golkar itu, meskipun Kementerian PU menyerahkan keputusan akhir soal pembangunan gedung baru ke tangan DPR sendiri, namun pendapat mereka sebagai pihak pemerintah tetap sangat penting. Ketua DPR Marzuki Alie pun sependapat dengan Priyo.

“Saya berterima kasih atas pendapat Kementerian PU. Lebih baik pendapat itu kita terima kalau untuk efisiensi,” kata Marzuki secara terpisah. “Mau 26 lantai, 10 lantai, 5 lantai, nanti rekomendasi PU itu diserahkan ke BURT (Badan Urusan Rumah Tangga DPR),” imbuh Marzuki.

Berdasarkan audit Kementerian PU, gedung lama DPR di Nusantara I DPR masih layak untuk dipakai. Gedung baru DPR yang dipangkas menjadi 26 lantai pun membuat biaya pembangunan gedung dapat dikurangi dari Rp1,1 triliun seperti yang tercantum pada anggaran awal, menjadi Rp777 miliar. (eh)

from http://politik.vivanews.com/news/read/219299-dpr–gedung-baru-cuma-26-lantai–tak-masalah

 

DPR Rapat di Hotel Mewah! Tarif 3 Juta Perkamar Permalam!

detikcom-Jakarta – Ada saja alasan DPR agar bisa menggelar rapat di hotel mewah. Anggota DPR ingin konsentrasi selama rapat pembahasan UU tetap terjaga.

Yang terbaru, pada Senin hingga Rabu 6-8 Juni 2011 , Pansus BPJS menggelar rapat di Hotel InterContinental, Jakarta. Dari informasi yang dihimpun, biaya menginap di hotel bintang 5 itu, mencapai Rp 2,9 juta perkamar permalam.

“Alasan utama kenapa pembahasan dilakukan di hotel ya karena menurut panja semata-mata karena kepentingan konsentrasi. Karena kerjanya siang dan malam. Itulah yang diminta oleh Panja sehingga Setjen menyiapkan kebutuhan teknisnya,” ujar Sekjen DPR, Nining Indra Saleh, kepada wartawan, Kamis (9/6/2011).

Nining menuturkan semua mekanisme penganggaran rapat di hotel mewah tersebut sudah sesuai prosedur. Anggaran yang dipergunakan termasuk dalam anggaran pembahasan RUU ketika masuk ke level Panja.

“Untuk suatu pembahasan RUU dimungkinkan dilakukan di luar Gedung DPR, termasuk di hotel. Anggaran untuk itu, masuk dalam paket anggaran pembahasan RUU ketika sudah masuk Panja. Itu sudah melalui prosedur dan sudah disepakati oleh pimpinan DPR,” terangnya.

Rapat di luar DPR, menurut Nining, sudah biasa. Rapat seperti ini, menurutnya, juga dilakukan banyak Kementerian.

“Ini hal yang sudah ada di aturan untuk melakukan konsinyering antara Panja DPR dengan pemerintah. Tidak hanya di DPR, di kementerian juga ada hal seperti itu,” tuturnya.

Tak hanya Panja RUU BPJS, Badan Kehormatan DPR juga baru saja melakukan rapat di wisma di Cikopo, Bogor. Dalam rapat konsinyering ini disepakati pencopotan empat anggota DPR yang kasus hukumnya sudah inkrah.

from http://forum.detik.com/dpr-rapat-di-hotel-mewah-tarif-3-juta-perkamar-permalam-t268080.html

 

Konyolnya Studi Banding DPR (1)
Pendidikan Tinggi Tetap Bikin Frustasi
Didik Supriyanto – detikNews

sumber : http://www.detiknews…-bikin-frustasi

 

Jakarta– Tak lama lagi istilah studi banding akan berubah makna. Dari sebuah konsep belajar di lokasi dan lingkungan berbeda, menjadi jalan-jalan ke lokasi atau lingkungan lain.Perubahan makna ini sebagai konsekuensi atas terus berlangsungya kegiatan studi banding yang dilakukan DPR.Sudah jelas, tidak ada yang dipelajari dari kegiatan tersebut. Tetapi mereka selalu ngotot, bahwa mereka belajar banyak. Namun ketika ditanya apa yang mereka pelajari, mereka tidak bisa menunjukkan. Yang terlihat adalah aktivitas jalan-jalan dan belanja-belanja.Apa boleh buat, daripada terus beradu argumen dan beradu bukti dengan anggota DPR, lebih baik yang waras mengalah. Studi banding berubah arti saja menjadi jalan-jalan, atau dimaknai secara khusus kegiatan jalan-jalan pejabat ke luar negeri atau ke luar daerah.Mengapa pejabat? Mengapa bukan anggota DPR saja? Ya, kenyataannya kalau ditelisik lebih lanjut para pejabat eksekutif juga suka melakukan kegiatan jalan-jalan ke luar negeri dengan dalih studi banding. Tidak percaya? Lacak saja laporan keuangan departemen atau instansi pemerintah ke BPK.Apakah pejabat daerah, anggota DPRD dan pejabat pemerintah daerah, juga melakukan? Sama saja, dan mungkin lebih parah. Hanya karena lepas dari kontrol masyarakat dan media saja, kegiatan jalan-jalan mereka tidak ketahuan. Jika di DPR setiap RUU harus distudibandingkan, demikian juga dengan setiap Raperda.

Tentu saja, DPRD studi bandingnya tidak ke luar negeri, melainkan ke daerah lain. Dalam hal ini daerah di sekitar Jakarta, Yogyakarta dan Bali, jadi sasaran daerah di Luar Jawa. Sedang daerah di sekitar Batam, Palembang, dan Manado, jadi sasaran DPRD Jawa.

Oleh karena itu, rasanya “tidak adil” bila para aktivis LSM, akademisi dan media hanya menyorot habis kegiatan studi banding DPR. Mestinya mereka juga memantau kegiatan serupa dari pejabat eksekutif, anggota DPRD dan pejabat pemerintah daerah. Dengan demikian perubahan makna studi banding menjadi sekadar jalan-jalan itu bisa langsung diterima di seluruh penjuruh tanah air.

Pertanyaan, “apa manfaat studi banding?”, tidak relevan lagi jika dikaitkan dengan posisi dan fungsi pejabat publik. Studi banding adalah jalan-jalan yang membikin pelakunya senang. Paling-paling manfaatnya: segar kembali saat menjalani tugas.

Pertanyaannya mungkin harus ditarik lebih ke belakang: mengapa DPR/DPRD diisi oleh orang-orang yang sampai tega hati mengubah makna studi banding menjadi jalan-jalan? Mengapa anggota DPR/DPRD yang diharapkan dapat mengontrol pejabat eksekutif, justru ikut-ikutan melakukan kegiatan yang mestinya mereka cegah?

Studi banding sebetulnya sudah lama dipraktekkan oleh DPR. Abaikan DPR hasil pemilu-pemilu Orde Baru, perhatikan DPR hasil tiga kali pemilu terakhir. DPR hasil Pemilu 1999 tercatat melakukan beberapa perjalanan ke luar negeri, lalu jumlahnya meningkat pada DPR hasil Pemilu 2004, dan semakin lebih banyak pada hasil Pemilu 2009.

Pada DPR hasil Pemilu 2004, masyarakat berhasil menunjukkan kejanggalan-kejanggalan kegiatan perjalanan ke luar negeri. Keluhan dari staf Kedutaan Besar RI di berbagai negara yang dikunjungi para anggota DPR juga mulai keluar. Namun hal itu tidak menyurutkan langkah mereka untuk mengulangi perjalanan ke luar negeri. Hanya beberapa anggota dewan saja yang menolak ikut karena merasa tidak ada manfaatnya.

DPR hasil Pemilu 2009 menghadirkan harapan baru. Profil mereka masih muda dari sisi usia, semangat kerja mereka akan tinggi karena 70% adalah orang-orang baru. Sebagian besar mereka adalah lulusan S-2 dan S-3, sehingga akan lebih pandai dalam menghadapi masalah-masalah sosial politik yang kompleks.

Lebih dari itu semua, mereka dipilih langsung oleh rakyat melalui mekanisme calon terpilih berdasarkan suara terbanyak.Dengan demikian, mereka pasti akan memperhatikan suara rakyat. Karena selama ini banyak pemantau dan pengamat yakin, sistem suara terbanyak akan meningkatkan akuntabilitas wakil rakyat terhadap rakyatnya. Apalagi mereka pasti takut tidak terpilih kembali pada pemilu mendatang, jika berperilaku buruk dan kinerjanya rendah.

Akan tetapi, harapan tidak kunjung datang, asumsi tidak kunjung terbukti. Yang terjadi justru sebaliknya. Hanya dalam jangka satu tahun, masyarakat sudah dibikin frustasi oleh anggota DPR: berlaku konyol dan memalukan, bersikap angkuh dan tak peduli, berpikir picik tak malu hati. Inilah hasil pemilu berdasarkan suara terbanyak.

 

Konyolnya Studi Banding DPR (2)Dari Striptis Hingga Dimaki Profesor Perancis

Muhammad Taufiqqurahman – detikNewssumber : http://www.detiknews…cis?nd991103605

 

Jakarta– Studi banding anggota DPR ke luar negeri terus menuai protes. Kunjungan itu bak liburan masa reses yang menghabiskan uang rakyat, sementara hasilnya tidak jelas.Komisi X yang membawahi olahraga, dan pariwisata, misalnya kedapatan berfoto-foto dan membeli tiket pertandingan Real Madrid di ke Stadion Santiago Bernabeu, Spanyol.Lalu studi banding Komisi VIII ke Australia. Mereka hendak melakukan studi banding ke parlemen Australia, padahal parlemen di Negeri Kanguru itu sedang reses. Konyolnya lagi anggota DPR sempat membohongi mahasiswa Indonesia di sana soal email resmi Komisi VIII beralamat di komisi8@yahoo.com.”Itu semakin memperjelas studi banding itu tidak ada gunanya. Itu hanya modus untuk jalan-jalan dan mendapatkan uang saku,” ujar Kordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang.Banyak cerita minor tentang kelakuan wakil rakyat saat berkunjung ke luar ngeri. Pada 28 Juli 2005, Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) Belanda memergoki anggota DPR dari Badan Legislatif jalan- jalan dan belanja barang mewah. Wakil rakyat pun terpotret sedang menenteng barang belanjaan merek Bally atau Gucci.”Mereka tidak ada agenda di Belanda dan saat itu kami memang ingin menemui mereka untuk audiensi. Mereka 2 malam di Amsterdam,” ujar mantan Ketua PPI Amsterdam 2004- 2005 Berly Martawardaya kepada detikcom.

Anggota DPR tidak mempunyai agenda resmi ke Amsterdam karena pada saat itu Parlemen Belanda yang berkedudukan di Den Haag juga sedang masa reses.

Hal senada juga dibeberkan mantan Ketua PPI Perancis Mahmud Syaltout. Sebelum mendatangi Amsterdam, anggota DPR itu sebenarnya hendak studi banding ke Perancis. Tidak jelas dalam urusan apa kunjungan itu. Namun, kedatangan anggota DPR itu telah jauh-jauh hari ditolak oleh PPI Perancis.

Ketua PPI saat itu (alm) Rudianto Ekawan, memerintahkan semua mahasiswa untuk datang ke KBRI Perancis dan melakukan aksi walk out serta membacakan surat protes atas kedatangan anggota DPR. Aksi ini diharapkan menjadi tamparan keras bagi wakil rakyat yang datang tanpa persiapan ke Perancis.

Anggota DPR tidak bisa memberikan penjelasan logis soal kedatangan mereka. Salah seorang juru bicara DPR menyatakan tujuan mereka untuk bertemu dengan mahasiswa-mahasiswa Indonesia yang pintar. Mereka juga memuji mahasiswa di luar negeri sebagai pemimpin bangsa dan juga merupakan konstituen mereka.

“Sebelum pidato selesai, teman saya, Rudianto AB interupsi dan membacakan surat protes dari PPI Prancis. Kemudian kita walk out. KBRI pun geger dan semua marah sama kita,” cerita Mahmud.

Gara-gara kejadian itu semua jadwal kunjungan DPR di Belanda dan Belgia ikut dibatalkan. Akhirnya PPI Belanda memergoki para wakil rakyat itu asyik berbelanja.

Mahmud kembali menjadi guide untuk anggota DPR yang melakukan studi banding mengenai masalah anggaran ke Perancis pada 2006. Sebenarnya, kedatangan anggota DPR bukan ke Perancis, tetapi hendak menonton pertandingan final Piala Dunia di Jerman antara Italia melawan Perancis. Karena datang lebih awal, mereka menyempatkan diri melancong ke negeri mode tersebut.

Rombongan ternyata tidak hanya terdiri dari anggota DPR, tapi juga banyak terdapat anggota DPRD dari DKI Jakarta. Selama berada di Perancis, para wakil rakyat itu menghamburkan uang dengan berbelanja merek mahal semisal Louis Vitton, Pierre Cardin, dan membeli jam tangan mahal yang harganya dapat membiayai uang kuliah seorang mahasiswa selama setahun.

KBRI Perancis yang dipimpin oleh (alm) Arizal Effendi juga menolak memfasilitasi anggota DPR. Para anggota dewan dianggap sebagai rombongan liar.

Saat itu, salah seorang anggota DPR sempat meminta untuk dicarikan gadis panggilan di Perancis. Mahmud menjelaskan, di Perancis tidak ada pusat lokalisasi seperti Red Light di Belanda.Si anggota DPR kemudian meminta ditunjukkan pusat tarian striptis di Perancis. Mahmud pun menyarankan agar mereka pergi sendiri ke Moulin Rouge.

Saat akan kembali ke Jerman, ketua rombongan DPR itu nyeletuk ada yang kurang saat di Perancis. “Apa yang kurang, belum beli Hermes ya atau barang apalagi yang tidak ada?” kata salah seorang anggota rombongan menanggapi celetukan ketuanya. “Bukan, kita belum sempat foto-foto di Menara Eiffel,” jawab si ketua santai.

Pada 2007, anggota DPR mendapat makian Guru Besar Ilmu Tata Negara Universitas Sorbon Perancis Prof Edmond Jouve. Saat itu, beberapa anggota DPR ke Perancis untuk melakukan studi banding tentang Kementerian Negara dan Dewan Penasihat.

Mahmud yang mahasiswa Ilmu Tata Negara pun meminta Jouve untuk menjelaskan sistem tata negara di Perancis dan Indonesia. Dalam pertemuan di KBRI Perancis itu, Jouve menjelaskan sistem tata negara Perancis dan Indonesia sangat berbeda.

Mendengar paparan itu, seorang anggota dewan nyeletuk mereka salah mendatangi Perancis untuk studi banding. Anggota dewan lainnya pun terbahak-bahak mendengar celetukan itu.

Melihat hadirin tertawa, Jouve bertanya. Penerjemah menjelaskan celetukan sang anggota dewan. Mendapat penjelasan itu Jouve marah. “Kalian semua goblok,” maki Jouve dalam bahasa Perancis.

Sang profesor lantas mengingatkan Indonesia bukanlah negara kaya dan masih berada di dalam kategori negara berkembang, kenapa malah menghamburkan uang jika tidak ada hasilnya.

 

Konyolnya Studi Banding DPR (3)
Puluhan Miliar Keluar, Hasilnya Tak Bisa Diharapkan
M. Rizal – detikNewssumber : http://www.detiknews…bisa-diharapkan
Jakarta– Studi banding anggota DPR ke luar negeri menghabiskan dana puluhan miliar. Sementara hasilnya tidak bisa diharapkan. Tidak heran bila 78 persen masyarakat menolak studi banding DPR.Menurut Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA), sampai November 2010, dana kunjungan kerja anggota DPR yang tergabung dalam alat kelengkapan atau komisi senilai Rp 30,91 miliar. Dana ini belum termasuk dana kunjungan kerja anggota DPR untuk delegasi beberapa pertemuan parlemen dunia yang jumlahnya Rp 8,1 miliyar.Sementara biayai kunjungan kerja DPR untuk tahun 2011 ini saja, yang belum sampai pertengahan tahun, sudah menghabiskan sekitar lebih dari Rp 12,7 miliar. Rinciannya, dana untuk 5 pelesiran 11 anggota Komisi I selama tujuh hari seperti ke AS, Turki,Rusia, Perancis dan Spanyol memakan biaya lebih dari Rp 5,7 miliar.Kunjungan kerja 13 anggota komisi selama satu pekan ke China dan Spanyol senilai Rp 2 miliar. Kunjungan 13 anggota Komisi VIII ke Cina dan Australia senilai Rp 1,5 miliar dan kunjungan 13 anggota BURT DPR ke Inggris dan AS senilai Rp 3,6 miliar.Masyarakat sudah seringkali mengkritik studi banding DPR tersebut. Namun DPR tidak peduli dan tetap melenggang pergi ke luar negeri. Data Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK) menyebutkan setidaknya ada 7 kunjungan kerja anggota DPR ke luar negeri pada kurun waktu tahun sidang 2009-2010, yang sering diprotes.Di antaranya yakni kunjungan kerja Panitia Kerja RUU Kesejahteraan Sosial Komisi VIII ke China, Panitia Khusus RUU Pencegahan dan Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang ke Perancis dan Australia, kunjungan kerja Badan Urusan Rumah Tangga (BURT) ke Maroko, Jerman dan Perancis.

Lalu kunjungan kerja Pansus RUU Protokol ke Perancis, kunjungan kerja Komisi V dalam rangka pembahasan RUU Perumahan dan Pemukiman ke Austria, kunjungan Panja RUU Cagar Budaya Komisi X ke Turki dan Belanda, serta kunjungan Panja RUU Grasi Komisi III ke Belanda dan Selandia Baru. Sementara untuk masa sidang tahun 2010-2011 ini baru tercatat ada 16 kunjungan kerja yang dilakukan DPR ke luar negeri.

Dari 16 rencana kunjungan ini yang terlaksana 13 kunjungan, seperti kunjungan Panja RUU Holtikultura Komisi IV, Panja RUU Kepramukaan Komisi X, Panja RUU Keimigrasian Komisi III, Panja RUU Mata Uang Komisi XI, Komisi VIII, Badan Legislasi, Badan Kehormatan, Komisi V, Panja RUU Otoritas Jasa Keuangan Komisi XI, Komisi VI, Panja RUU Pencegahan dan Pemberantasan Pembalakan Liar Komisi IV dan Panja RUU Informasi. Kunjungan-kunjungan itu sendiri dilakukan ke negara seperti Korea Selatan, Jepang, Selandia Baru, Belanda, Perancis, Swiss, Inggris, Afrika Selatan, Kanada, Amerika Serikat, Filipina, Yunani, Italia, Rusia, Jerman, Hongaria, Hongkong, Turki da Brazil. Belum lagi 8 kali kunjungan alat kelengkapan pada tahun sidang 2009-2011 ke sejumlah negara.

Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) tahun 2011 ini juga menunjukkan masyarakat sudah muak dengan studi banding DPR yang tidak ada gunanya. Hasil survei LSI menyatakan sebanyak 78 persen masyarakat tidak setuju studi banding DPR ke sejumlah negara.

“78 persen masyarakat menolak studi banding dengan alasan meningkatkan kinerja, karena selama ini studi banding yang dilakukan oleh anggota DPR lebih tampak di mata publik sebagai kedok untuk menutupi nafsu pelesiran, ketimbang retorika meningkatkan kinerja,” kata peneliti LSI Burhanuddin Muhtadi kepada detikcom.

Penelitian ini menguatkan hasil survei pada tahun 2009 silam. Pada awal bulan September 2009, tidak lama setelah anggota DPR periode 2009-2014 dilantik, LSI melakukan survei tentang Evaluasi Publik terhadap Kinerja DPR.

Saat itu respondennya 1.220 orang di 33 Provinsi se-Indonesia. Responden sempat ditanya soal setuju atau tidaknya masyarakat terhadap kunjungan kerja ke luar negeri yang biasa dilakukan anggota DPR selama ini. Hasilnya 61,3 persen tidak setuju studi banding.

Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) juga mengutarakan hal serupa. “Itu semakin memperjelas bahwa studi banding tidak ada gunanya. Itu hanya modus DPR saja untuk jalan-jalan dan mendapatkan uang saku,” kata Koordinator Formappi, Sebastian Salang.

Menurut Sebastian, studi banding DPR sejak awal perencanaan telah memberikan kesempatan kepada para anggotanya untuk berfoya-foya. Misalnya ketika anggaran dibahas, mereka menetapkan platform alat-alat kelengkapan negara, misalnya jalan-jalan ke luar negeri dua sampai tiga kali untuk sekian negara.

Memang hasil studinya sangat jauh dari yang diharapkan. “Tidak ada hasil studi dan Undang-Undang yang berkualitas yang dihasilkan dari kunjungan kerja tersebut,” jelasnya.

Meski survei telah membuktikan masyarakat menolak studi banding, anggota DPR tetap beranggapan masyarakat sebenarnya hanya mengevaluasi studi banding agar efektif.

“Kalau kita melihat, masyarakat itu tidak melarang, tapi menekankan pada efektivitas, transparansi dan akuntabilitas kepada publik,”kata Wakil Ketua DPR dari Fraksi PAN Taufik Kurniawan.

 

Konyolnya Studi Banding DPR (4)
Studi Banding Sekali, Puluhan Juta Dikantongi
M. Rizal – detikNewssumber : http://www.detiknews…ngi?nd991103605Quote

Jakarta– Bak anjing menggonggong kafilah berlalu. Begitulah seolah sikap DPR atas kritik terhadap studi banding ke luar negeri. Studi banding yang seringkali penuh kekonyolan itu tetap dilakukan meski mendapat protes berbagai kalangan. Mengapa?Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (FITRA) menuding studi banding DPR sesungguhnya hanya plesiran. FITRA pun miliki data DPR mendapatkan dana yang besar dari kegiatan studi banding. Per anggota dewan bisa mendapatkan uang puluhan juta untuk sekali studi banding.”Tiap anggota bisa dapat uang saku Rp 26 juta-Rp 30 juta sekali berangkat selama tujuh hari. Belum lagi uang representasi sebesar US$ 2.000, ini semua bersifat Lumsum. Artinya banyak anggota dewan yang memangkas hari perjalanan, menggunakan kelas ekonomi, mengajak keluarga, tidak dituntut untukmengembalikan sisa uang perjalanannya, karena ini bersifat Lumsum dan minimnya akuntabilitas,” kata Sekretaris Nasional FITRA Yuna Farhan.Menurut Yuna, anggaran pelesiran anggota DPR berkedok studi banding ini tidak menggunakan platform setiap RUU dibahas lalu ada kunjungan kerja ke luar negeri, yang rencananya akan dinaikkan menjadi Rp 3,4 miliar per RUU. “Ini tidak semua RUU membutuhkan studi banding atau pelesiran ke luar negeri,” tegas Yuna.Pernyataan pimpinan DPR yang akan memangkas belanja perjalanan ke luar negeri juga harus dipertanyakan. Kalau memang serius, jatah pelesiran pimpinan juga harus dipangkas. Tidak sekadar bicara anggaran perjalanan dipotong 40 persen. “Orientasinya harus segera diubah sejak menyusun anggaran di BURT, tidak sekadar bagi-bagi jatah setiap alat kelengkapan, komisi dan setiapmembahas RUU, tapi susun berdasarkan kebutuhan,” jelasnya.

Dana-dana sebesar itu untuk membiayai kunjungan kerja berbalut pelesiran ini memang sulit dipertanggungjawabkan. Apalagi banyak rombongan anggota DPR yang baru pulang dari luar negeri hanya memahami pertanggungjawaban itu sendiri melalui konferensi pers.

“Tapi hasilnya kan tidak ada UU yang lahir bagus setelah ke luar negeri. Ratusan kali ke luar negeri, kalau saja serius melakukan studi itu dan hasilnya jelas, maka mungkin perpustakaan kita kaya. Tapi coba dicari tidak ada hasil studi banding yang bagus,” celetuk Koordinator Formappi Sebastian Salang.

Agar kunjungan itu tidak foya-foya dang menghasilkan sesuatu yang bagus, studi banding yang bersifat kolektif harus dihentikan. Kalau memang DPR serius, studi banding lebih baik dilakukan per orangan atau satu anggota DPR saja. “Siapa yang punya gagasan untuk merancang RUU, maka dialah yang mengajukan proposal ke luar negeri, ini jauh akan lebih berkualitas dan lebih akuntabel,” jelas Sebastian.

Banyak juga dorongan masyarakat yang meminta agar studi banding DPR ini dihapuskan saja, karena lebih banyak terlihat pelesirannya saja. Survei Lembaga Survei Indonesia (LSI) pun menunjukkan 78 persen masyarakat melarang anggota DPR melakukan studi banding ke luar negeri.

Pengamat politik dan peneliti LSI Burhanuddin Muhtadi tidak setuju penghapusan studi banding. Menurut Burhan, yang perlu dilakukan hanya moratorium sampai ada konsep dan akuntabilitas serta mekanisme yang lebih jelas. Dalam beberapa hal studi banding memang diperlukan seperti dalam pembahasan RUU Otoritas Jasa Keuangan.

“Seperti yang kita lihat sekarang kesan buang-buang anggarannya terlihat, konsep tidak jelas dan seterusnya. Kalau dihapus tidak, hanya diperjelas saja konsep, urgensi, tepat sasaran, mekanisme yang tepat dan tranparasi yang jelas,” kata Burhan.

“Kalau syarat-syarat ini dipenuhi, paling studi banding itu tidak banyak, selebihnya bisa ganti format studi banding dengan memanggil ahli dari luar negeri, kan lebih murah,” tandas Burhan.

Kalangan juga DPR tidak akan menghapus studi banding. DPR akan melakukan evaluasi agar studi banding bisa efektif.

“Kalau kita melihat, masyarakat itu tidak melarang, tapi menekankan pada efektivitas, transparansi dan akuntabilitas kepada publik karena dengan keterbukaan informasi sekarang ini, kalau tidak disampaikan, maka cepat atau lambat pasti akan ketahuan juga,” kata Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan.

Menurut Taufik, dalam rapat pimpinan DPR disampaikan soal penyampaian informasi ke masyarakat soal rencana keberangkatan, kepulangan dan agenda yang jelas. Namun bila ada agenda yang mendadak dan mendesak, semua anggota diminta untuk menyampaikannya sepulang ke tanah air, demi menjaga akuntabilitas kepada masyarakat.

“Kalau kemudian posisi masyarakat melarang itu tidak tepat. Kalau kemudian masyarakat memposisikan melarang DPR, tidak boleh melakukan kunjungan, nanti ada konvensi internasional, semua parlemen datang, kecuali Indonesia. Ini kan lucu, artinya posisi masyarakat adalah ingin keterbukaan akuntabilitas,” ungkap Taufik.

 

Konyolnya Studi Banding DPR (5)
Kualitas DPR Sekarang Terendah Sepanjang Sejarah
Muhammad Taufiqqurahman – detikNewssumber : http://www.detiknews…panjang-sejarah
Jakarta– Masyarakat mulai meragukan wawasan dan kredebilitas yang dimiliki anggota DPR. Keraguan tersebut bukan tanpa alasan sebab anggota dewan banyak melakukan tindakan bodoh dan konyol.Sebut saja salah satunya pembohongan email yang dilakukan Komisi VIII DPR
di depan Perhimpunan Pelajar Indonesia (PPI) di Australia atau Komisi X yang membawahi olahraga, dan pariwisata kedapatan berfoto-foto dan membeli tiket pertandingan Real Madrid di ke Stadion Santiago Bernabeu, Spanyol.Sejak Pemilu 2009 lalu, wajah-wajah yang menduduki kursi di DPR sebenarnya rata-rata diisi oleh wajah baru. Bahkan, tingkat pendidikan yang menjadi latar belakang wakil rakyat itu rata-rata berada di level strata satu. Sayangnya, tingkat pendidikan tidak berbanding lurus dengan kerja-kerja yang dihasilkan di gedung DPR.”Ini memang memprihatinkan, kualitas DPR kita sangat jauh merosot pada titik terendah di sejarah Indonesia,” ujar pengamat politik Yudi Latief kepada detikcom.Dulu dikenal idiom tentang politik yaitu berpolitik untuk hidup. Sayang hal tersebut tidak tercermin dari para anggota dewan sekarang. Tagline “Hidup dari politik” seakan telah menjadi penyakit yang tertanam di kepala wakil rakyat sekarang.Proses berpikir yang ingin mendapatkan materi secara cepat telah menjangkiti seluruh wakil rakyat.

Ada beberapa hal mendorong hal tersebut. Pertama, pada politik yang mahal modal. Wakil rakyat yang duduk di DPR harus segera mencari sumber pendapatan lain untuk mengembalikan uang-uang yang dipergunakan saat Pemilu 2009 lalu.

Kedua, praktek untuk mendapatkan modal tambahan yang juga didukung oleh sistem politik anggaran yang berasal dari Kementerian Keuangan. Pada kunjungan kerja keluar negeri dan daerah, Kementerian Keuangan memberikan porsi yang cukup besar untuk pengalokasian dana.

Tanpa malu-malu, wakil rakyat memanfaatkan kesempatan tersebut dan memperoleh dana yang besar dari kunjungan per hari yang dilakukannya, terlebih pada kunjungan ke luar negeri.

“Maka dengan berbagai cara dicarilah studi banding dan sering tidak masuk akal. Misalnya kunjungan ke Yunani soal Etika. Kenapa Yunani? karena di Yunani sana barang-barang yang dijual murah, mereka bisa belanja,” kata Yudi.

Kordinator Forum Masyarakat Peduli Parlemen Indonesia (Formappi) Sebastian Salang menilai, anggota DPR saat ini memandang dirinya sebagai yang paling pintar. Hasil Pemilu 2009 telah menghasilkan wakil rakyat yang bertipe sering menghamburkan uang.

Menurut Sebastian, negara terlalu royal memberikan uang kepada anggota DPR.
Ketika dilakukan penyusunan anggaran, anggota DPR secara berjamaah mengalokasikan dana untuk melakukan kunjungan kerja ke luar negeri, dengan hasil yang didapatkan bisa dikatakan nol besar.

“Selama tidak ada kebijakan yang jelas soal politik anggaran, yang ada hanya kunjungan kerja yang bersifat foya-foya. Selama masih bersifa kolektif kunjungan kerja, dengan berangkat dalam jumlah yang banyak maka kunjungan kerja tidak akan pernah serius,” tegas Sebastian.

Wakil Ketua DPR Taufik Kurniawan tidak menampik kekonyolan dalam studi banding DPR. Pemandangan Komisi X yang sedang berfoto-foto di depan Stadion Santiago Bernabeu dinilai Taufik sebagai tindakan yang mirip dengan tingkah anak Playgroup.

“Saya meminta agar jangan terkesan kunjungan tersebut kontraproduktif, inikan niatnya baik. Terkait perilaku anggota DPR, tentunya kunjungan ke luar negeri bukan kunjungan Playgroup, anggota DPR itu harus sudah matang,” ujar Taufik.

Namun, Taufik meminta masyarakat untuk segera menghentikan polemik yang membicarakan tentang kekonyolan anggota DPR di luar negeri. Taufik tetap
berdalih bahwa kunjungan anggota DPR bersifat konstitusional.

 

Konyolnya Studi Banding DPR (6)
Burhanudin Muhtadi: Studi Banding Hanya Tutupi Nafsu Pelesiran
M. Rizal – detikNews

sumber : http://www.detiknews…nafsu-pelesiran

 

Jakarta– Studi banding anggota DPR ke luar negeri diusulkan agar dihentikan sementara (moratorium). Studi banding sekarang dinilai tidak efektif karena lebih banyak menjadi acara pelesiran anggota DPR.”Kita lihat saat ini banyak studi banding yang dilakukan DPR hanya sekadar menutupi nafsu pelesiran saja. Tidak tepat sasaran, urgensinya tidak jelas, kabur dan tidak akuntabel, mekanisme tidak jelas, sebagian besar seperti itu,” kata pengamat politik yang juga peneliti Lembaga Survei Indonesia (LSI) Burhanudin Muhtadi kepada detikcom.Studi banding yang tidak tepat sasaran misalnya terjadi pada studi banding Komisi VIII RUU Fakir Miskin di Australia. Kemiskinan dialami suku Aborigin yang mendiami wilayah Australia bagian utara. Tapi anggota DPR justru mendatangi Sydney dan Melbourne.”Coba dicek kok anggota Komisi VIII DPR malah jalan-jalannya ke Sydney dan Melbourne, padahal konsentrasi kemiskinin ada di Darwin dan wilayah utara lainnya. Ini kelihatan dari awal bila nafsu pelesiran jelas, karena tujuan turis kan ke Sydney dan Melbourne,” kata Burhan.
Bagaimana soal survei yang dilakukan LSI tentang studi banding anggota DPR?Kalau ini ditanyakan kepada masyarakat atau publik, hampir sebagian besar masyarakat, 78 persen masyarakat menolak bahwa studi banding meskipun dengan alasan meningkatkan kinerja. 78 persen masyarakat menolak studi banding dengan alasan meningkatkan kinerja, karena selama ini studi banding yang dilakukan DPR lebih tampak sebagai kedok untuk menutupi nafsu pelesiran, ketimbang retorika meningkatkan kinerja.

Contoh sederhana, kalau memang argumennya peningkatan kinerja, kenapa fungsi legislasi anggota DPR sekarang, khususnya tahun 2010 jauh dari harapan. Dari target 170 RUU yang harusnya mereka undangkan, hanya tercapai 17 UU, atau hanya 10 persen dari 170 RUU untuk tahun 2010. Dari sisi bujeting, itu ada Rp 1,1 triliun dana APBN Perubahan tahun 2010 yang tidak jelas peruntukannya.

Terkait fungsi kontrol, fungsi pengawasan yang selama ini dilakukan anggota DPR tidak lebih sekadar untuk meningkatkan posisi tawar mereka. Misal kasus Bank Century yang tidak jelas kelanjutannya. Fungsi pengawasan sering ujung-ujungnya sekadar untuk mencari atau memeras mitra kerja. Karena itu, di mata publik, alasan untuk meningkatkan kinerja melalui studi banding hanya retorika kosong.

Apa alasan LSI melakukan survei saat itu?

Kita melakukan survei khusus terkait DPR karena bagaimana pun DPR pilar penting demokrasi. DPR adalah produk dari kinerja demokrasi yang seharusnya mendengarkan aspirasi publik.

Saya prihatin dengan DPR, karena dibanding dengan lembaga demokrasi lain tingkat kepercayaan publik pada DPR paling rendah. Bandingkan dengan kepercayaan publik terhadap lembaga kepresidenan, Mahkamah Konstitusi dan lembaga institusi lain. Kepercayaan pada DPR dan partai politik paling rendah.

Hasil survei kita sebenarnya pernah kita laporkan ke DPR, untuk memperbaiki kinerja mereka. Karena bagaimana pun DPR adalah institusi penting dalam struktur dan sistem tata negara kita, yang harus menjaga kepercayaan publik, bukan terus-menerus membuang deposito kepercayaan publik. Sebab, jika sebagai lembaga perwakilan produk demokrasi DPR gagal menjaga kepercayaan publik, itu sama saja membunuh demokrasi.

Seperti apa detail hasil survei LSI ini?

Survei ini kita lakukan kepada 1.220 orang di 33 provinsi, pada akhir November-September 2009. Tidak lama setelah anggota DPR periode 2009-2014 dilantik.

Jadi kita temukan ekspetasi profil anggota DPR melalui sistem suara terbanyak, yang sebelum mereka bekerja, tingkat harapan masyarakat sebenarnya cukup lumayan.Makanya harapan publik itu seharusnya direalisasikan dan dipenuhi anggota DPR.

Sebab, dibanding periode sebelumnya, periode sekarang dari komposisi gender, keterwakilan perempuan cukup banyak. Dari sisi usia, kebanyakan usianya lebih muda, ketimbang periode sebelumnya. Periode sekarang, anggota berusia 25-60 tahun 60 persen, terbesar dibanding masa-masa sebelumnya. Dilihat dari sisi pendidikan, saat ini relatif tinggi, sampai ada yang Master dan doktor.

Yang berlatar belakang pengusaha juga besar. Karena pemilu tahun 2009 lalu dengan sistem suara terbanyak, popularitas menjadi penting. Hal ini melahirkan kompetensi, dan banyak caleg yang membutuhkan uang besar. Akhirnya yang terseleksi mereka-mereka yang terpilih berlatar belakang pengusaha.

Dan hampir sebagian besar 70 persen dari 500-an anggota DPR itu adalah muka-muka baru. Nah awalnya ini menjadi harapan, tapi belakangan menjadi beban juga, karena belum punya pengalaman, belum punya jam terbang.

Akhirnya mengulang kekonyolan-kekonyolan yang tidak perlu yang lebih parah dibanding periode sebelumnya. Kekonyolan ini distimulasi oleh kekurangan pengalaman dan kekurangmampuan mereka dalam melaksanakan fungsi-fungsi legislasi, bujeting dan pengawasan yang seharusnya mereka emban. Akhirnya mereka masuk dalam sebuah sistem yang jauh lebih buruk, semacam predator parlemen, atau parlemen pemangsa yang semacam menjauhkan dari harapan publik.

Secara umum, persepsi (baik dan sangat baik) publik terhadap upaya DPR dalam memberantas korupsi sekitar 51,3 persen, moral anggota DPR sekitar 39,8 persen, kapasitas anggota DPR sekitar 55,7 persen dan tingkat keaktifan dalam mengikuti sidang DPR sekitar 40,4 persen. Dari empat indikator di atas, masyarakat menilai bahwa anggota DPR sekarang ini punya masalah serius dengan isu-isu moral dan juga tingkat keaktifan di DPR yang relatif rendah.

Sementara ketika reponden tentang kunjungan anggota DPR keluar negeri, sekitar 0,8 persen responden menjawab sangat setuju, 18,9 persen setuju, 61,3 persen tidak setuju, 9,8 persen sangat tidak setuju dan 9,3 persen menjawab tidak tahu. Di antara beberapa pernyataan yang kita sodorkan, masyarakat terbelah sebagian mengatakan bahwa anggota DPR lebih banyak memperjuangkan kepentingan rakyat tapi pada kisaran yang sama responden mengatakan bahwa anggota DPR banyak yang memperjuangkan kepentingan partainya.

Proporsi yang menjawab anggota DPR lebih banyak memperjuangkan kepentingan sendiri juga besar. Sebagian besar masyarakat pernah mendengar pemberitaan soal anggota DPR yang tersangkut kasus hukum/korupsi dan mendengar informasi soal kasus moral. Tingkat kepercayaan publik terhadap media massa, DPR, birokrasi dan partai politik dalam menyalurkan aspirasi masyarakat relatif rendah. Dari empat lembaga tersebut, tingkat kepercayaan masyarakat terhadap partai politik yang paling rendah.

Secara umum, masyarakat menilai kinerja anggota DPR dalam melakukan fungsi pengawasan terhadap jalannya pemerintahan, memberi masukan kepada pemerintah, legislating, bujeting dan responsif terhadap aspirasi rakyat dalam memperjuangkannya dalam bentuk kebijakan berada di kisaran 45 persen hingga 57 persen.

Dari kelima fungsi tersebut, tingkat responsiveness anggota DPR terhadap aspirasi rakyat dinilai paling rendah. Adapun kinerja lembaga-lembaga lainnya, menunjukkan lembaga kepresidenan dan tentara yang paling diapresiasi publik. Sementara itu, partai politik, Kementerian Koordinator Ekonomi dan Kejaksaan berada paling rendah.

Jadi ini berbanding terbalik dengan tingkat pendidikan anggota DPR ini?

Oh iya. Kalau dari sisi pendidikan jauh lebih berpendidikan banyak yang S2 dan S3. Semua memang anggota partai politik semua, tapi mereka baru periode sekarang menjadi anggota DPR, makanya saya sebut muka baru.

Efektif tidak studi banding yang dilakukan DPR sekarang?

Kalau dikatakan efektif atau tidak, tapi sebagian besar memang tidak efektif. Saya sendiri tidak menolak bahwa studi banding itu penting. Tapi mekanisme studi banding ini diperjelas. Sebelum mekanisme, transparansi dan konsep studi banding diperjelas, seharusnya studi banding itu dimoratorium atau dihentikan sementara dahulu.

Konsep, urgensi, mekanisme dibereskan dahulu, baru kemudian bicara kelanjutan studi banding. Ada beberapa studi banding yang urgen, misalnya studi banding untuk perumusan RUU Otoritas Jasa Keuangan, dan dilakukan di suatu negara yang tepat sasaran.

Tapi kita lihat saat ini banyak studi banding yang dilakukan DPR hanya sekadar menutupi nafsu pelesiran saja. Tidak tepat sasaran, urgensinya tidak jelas, kabur dan tidak akuntabel, mekanisme tidak jelas, sebagian besar seperti itu. Misalnya dalam penyusunan RUU Rumah Susun, itu studi banding tidak tepat dan salah sasaran. Yang terakhir kasus studi banding RUU Fakir Miskin di Australia. Kita tahu, postur kemiskinan di Australia dan Indonesia lain.

Di Australia didominiasi kemiskinan dialami suku Aborigin yang mendiami wilayah Australia bagian utara. Coba dicek kok anggota Komisi VIII DPR malah jalan-jalannya ke Sydney dan Melbourne, padahal konsentrasi kemiskinin ada di Darwin dan wilayah utara lainnya. Ini kelihatan dari awal bila nafsu pelesiran jelas, karena tujuan turis kan ke Sydney dan Melbourne.

Melihat penolakan masyarakat menolak studi banding, apakah studi banding layak dihapuskan?

Kalau saya fair saja. Saya kira penolakan besar masyarakat itu terkait dengan sering kalinya anggota DPR memanipulasi alasan peningkatan kinerja untuk menjustifikasi studi banding, iya. Tapi kalau misalnya anggota DPR berhasil meyakinkan publik, bahwa studi banding urgen, konsep jelas, transparan, tepat sasaran, mungkin publik tidak akan menolak sebesar itu.

Jadi saya fair saja, studi banding dalam beberapa hal memang perlu seperti dalam pembahasan RUU Otoritas Jasa Keuangan perlu, kita harus akui itu. Tapi jangan sampai studi banding itu dipakai sekadar untuk membuang-buang uang anggaran. Seperti yang kita lihat sekarang kesan buang-buang anggarannya terlihat, konsep tidak jelas dan seterusnya.

Kalau dihapus tidak, hanya diperjelas saja konsep, urgensi, mekanisme yang tepat dan tranparasi yang jelas. Kalau syarat-syarat ini dipenuhi, paling studi banding itu tidak banyak, selebihnya bisa ganti format studi banding dengan memanggil ahli dari luar negeri, kan lebih murah.(zal/iy)

 

Anggaran Studi Banding DPR Naik

Tuesday, 10 May 2011 15:36
Pebriansyah

KBR68H, Jakarta – Anggaran studi banding luar negeri anggota DPR untuk menyelesaikan RUU dipastikan naik.

Tahun lalu anggaran studi banding sebesar 100-an miliar rupiah. Tahun ini dinaikkan menjadi 125 miliar rupiah. Sekjen DPR Nining Indra Shaleh mengatakan, kenaikan tersebut adalah permintaan dari anggota DPR di masing-masing komisi.

“Memang dialokasikan untuk tugas-pengawasan dan legislasi yah. Ini misalnya di tahun 2010 untuk keseluruhan alat kelengkapan itu dialokasikan Rp 107 miliar total. Tapi hanya terserap Rp 50 koma sekian persen.. Sisa nya itu dinegara yah. Untuk tahun ini, untuk studi banding sesuai dengan usulan dari masing2 komisi Rp 125 miliar,”

Menurut Sekjen DPR Nining Indra Shaleh, anggaran tersebut biasanya tiap tahun tidak habis digunakan. Rata-rata tiap tahun seluruh anggota DPR menghabiskan uang negara sebesar 60 persen dari total anggaran yang diajukan untuk studi banding ke luar negeri. Hal tersebut dikarenakan ada beberapa rancangan undang-undang yang tidak memerlukan studi banding.

Koalisi LSM sebelumnya mendesak agar DPR menerapkan moratorium atau penghentian sementara studi banding ke luar negeri. Koalisi menilai tak ada pengaruh signifikan dari studi banding yang dilakukan anggota DPR terhadap produk perundang-undangan yang mereka hasilkan.

from : http://www.kbr68h.com/berita/nasional/6122-anggaran-studi-banding-dpr-naik

 

Komentar : Haduh… ngapain dikomentarin. Memangnya mau berubah? Mau didengerin? Inilah cerminan rakyat Indonesia SEUTUHNYA!

Lalu kasus-kasus berikut juga masih menunggu….

 

Demokrat: Kami Tak Bisa Paksa Nazaruddin
Maria Natalia | Inggried | Jumat, 10 Juni 2011 | 16:54 WIB

JAKARTA, KOMPAS.com – Ketua Divisi Komunikasi Publik Partai Demokrat Andi Nurpati mengatakan, partainya tidak bisa melakukan penjemputan paksa terhadap Nazaruddin karena mangkir dari panggilan pemeriksaan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi KPK). Nazar sedianya diperiksa KPK hari ini, Jumat (10/6/2011), dalam kasus pengadaan dan revitalisasi sarana prasarana di Direktorat Jenderal Peningkatan Mutu Pendidik dan Tenaga Kependidikan Departemen Pendidikan Nasional tahun 2007 (Kementerian Pendidikan Nasional).

Andi mengatakan, kembali ke Tanah Air atau tidak merupakan urusan pribadi dari mantan Bendahara Umum Partai Demokrat itu. Partai, menurutnya, hanya bisa membantu mendorong lewat komunikasi dengan Nazaruddin agar kembali.

“Undang-undang yang mewajibkan partai harus membawa orang sebagai saksi kan enggak ada. Kita hanya memiliki tanggungjawab moral. Kita tidak bisa menjemput paksa (Nazaruddin) kita hanya imbau dan beri saran saja,” ujar Andi di Kantor DPP Demokrat, Jakarta Pusat, Jumat (10/06/2011).

Menurut Andi, hingga saat ini belum diketahui apa alasan Nazaruddin tak hadir di KPK. Namun, sepengetahuannya, Nazaruddin belum menerima surat panggilan KPK. “Kita belum tahu kondisi penyakitnya lagi dan memang ada masalah karena Beliau belum menerima langsung surat tersebut. Faktanya surat belum diterima karena diantar ke rumah kosong dan ke DPR. Padahal Beliau sedang enggak ada,” katanya.

Ketika dikonfirmasi, apakah Demokrat bersedia membantu KPK mengantarkan surat panggilan kepada Nazaruddin,  Andi mengatakan, hal itu bukan tugas partainya. “Kok kita mengantarkan surat? Saya yakin KPK punya kemampuan untuk menggunakan kewenangannya. Kalau DPP, kita hanya punya kemampuan berkomunikasi. Kalau KPK meminta partai untuk antar surat dan KPK ikut ke sana. Lalu diketahui Nazaruddin, belum tentu dia mau menemui kan,” tukasnya.

Di KPK, Juru Bicara KPK Johan Budi mengungkapkan, belum ada konfirmasi apakah Nazaruddin akan memenuhi panggilan atau tidak. Namun, KPK masih menunggu Nazaruddin hingga sore ini. Jika tak memenuhi panggilan, KPK akan melayangkan panggilan kedua.

from http://nasional.kompas.com/read/2011/06/10/1654113/Demokrat.Kami.Tak.Bisa.Paksa.Nazaruddin

 

Nunun Terlacak di Kamboja, Imigrasi Belum Bisa Ambil Tindakan
Rachmadin Ismail – detikNews

Jakarta – Tersangka dugaan suap pemilihan deputi gubernur senior (DGS) BI Nunun Nurbaeti terdeteksi berada di Kamboja. Namun pihak Imigrasi Indonesia tidak bisa berbuat apa-apa. Pihak Imigrasi hanya menunggu izin tinggal Nunun habis.

“Kita belum bisa ngapa-ngapain, kecuali izin tinggalnya habis di sana. Paspornya kan matinya sampai 2014. Kita baru bisa nyabut kalau ketemu,” kata Plt Kabag Humas Imigrasi Bambang Catur saat dikonfirmasi, Rabu (8/6/2011).

Dia menjelaskan, jadi tindakan pada Nunun bisa dilakukan Imigrasi seandainya istri anggota Komisi III DPR Adang Daradjatun itu melaporkan diri untuk memperpanjang izin tinggal.

“Jadi sangat bergantung berapa lama izin tinggal dia di Kamboja. Kalau di kita kan orang asing sebelum 30 hari,” ujarnya.

Berdasar catatan Imigrasi belum ada data Nunun keluar dari Kamboja. “Jadi sejauh ini belum ada perubahan apa-apa. Belum ada catatan Nunun keluar dari Kamboja,” jelas Bambang.

Per Februari 2011, Nunun telah ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan suap dalam pemilihan DGS BI. Untuk memudahkan mendatangkan Nunun ke Indonesia, KPK telah meminta Ditjen Imigrasi untuk menarik paspornya. Akhirnya, beberapa hari lalu, Imigrasi pun resmi menarik paspor Nunun.

Berdasarkan pelacakan KPK, selama mengaku tinggal di Singapura, Nunun kerap pergi bolak balik Thailand-Singapura. Nunun kerap pergi ke Kota Bangkok. Dirjen Imigrasi Bambang Irawan menyebut, Nunun terendus meninggalkan Bangkok ke Phnom Penh, Kamboja, pada 21 Maret 2011.

(ndr/nrl)

from http://www.detiknews.com/read/2011/06/08/114442/1655676/10/nunun-terlacak-di-kamboja-imigrasi-belum-bisa-ambil-tindakan

 

Terkesan Istimewa, Cicit Suharto Dititip di Polda Metro Jaya.

Penulis Partahi Sianturi

 

Jakarta SENTANAONLINE.com, Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta terkesan membedakan status penahanan tersangka kasus narkotik Putri Aryanti Haryowibowo. Tersangka yang juga Cicit mantan Presiden RI H.M Suharto ini, 24/5/2011 resmi ditahan jaksa di rutan sementara Polda Metro Jaya, bukan seperti tahanan wanita lainnya yang di tahan di Rumah Tahanan (Rutan) Pondok Bambu. Belum diketahui pasti apa yang membuat kesan ‘perlakuan istimewa’ tersangka.

Kepala Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang baru menjabat 5 hari kerja dengan gigih mengalihkan surat penahanan yang nota bene penitipan tahanan Kejaksaan di Polda Metro Jaya. Menurut informasi dari penuntut umum Trimo, di Kejaksaan Tinggi DKI Jakarta yang dihimpun SENTANAONLINE.com SELASA 24/5/2011 membenarkan penahanan tersebut. Hal itu berhubungan dengan diserahkannya berkas perkara oleh penyidik dan dilanjutkan penyerahan tersangka berikut barang bukti narkoba jenis kristal putih ( shabu shabu)

Sementara Kepala Kejaksaan Tinggi Jakarta telah menunjuk dua orang jaksa penuntut umum yang nantinya akan menyidangkan perkara yang melibatkan tersangka keluarga Cendana tersebut yakni jaksa Trimo dan Reda Mantovani. Sebagaimana undang undang narkotik, Putri bersama tersangka lain satu oknum anggota Polri AKBP Eddi Setiono dan Gaus Notonegoro sebelumnya ditangkap di Hotel Maharani Jl.Mampang Prapatan, Jakarta Selatan 18 Maret 2011 berikut barang bukti shabu-shabu. Sebagaimana undang undang narkotik Putri anak perempuan Ari Sigit itu dijerat dengan pasal 112 ayat (1) jo Pasal 132 ayat (1) UU No.35 tahun 2009, terkait kepemilikan atau menyimpan barang terlarang tanpa ijin dari Departemen Kesehatan, serta pasal 127 ayat (1) huruf a UU No. 35 Tahun 2009, tentang pengguna narkotik (mengkonsumsi).PRS

from : http://sentanaonline.com/detail_news/main/2861/1/25/05/2011/Terkesan-Istimewa-Cicit-Suharto-Dititip-di-Polda-Metro-Jaya

 

Kongres PSSI Bikin Malu Indonesia

Jakarta – Kekisruhan yang terjadi pada Kongres PSSI kemarin dipandang memalukan dan menjadi contoh tak bagus untuk generasi muda. Agum Gumelar dinilai tidak taktis, kelompok 78 bermain tidak cantik.

Demikian disampaikan ketua Asosiasi Sekolah Sepak Bola Indonesia (ASSBI), Taufik Jursal Effendi, dalam bincang-bincang dengan detiksport, Sabtu (21/5/2011), terkait Kongres PSSI di hotel Sultan, yang dihentikan karena deadlock Jumat malam.

“Ini sepakbola sudah bikin bikin malu. Kita dikasih contoh yang tidak bagus, di depan anak-anak, generasi muda. Saling ngotot di antara dua pihak,” tutur Taufik.

Lebih detil ia mengatakan, Komite Normalisasi melakukan sebuah kesalahan atas kejadian ini karena tidak melakukan pendekatan terlebih dulu dengan kelompok 78 sebelum kongres. Tapi ketuanya, Agum Gumelar, malah mengadakan pertemuan dengan para calon ketemuan.

“Semestinya ini sudah bisa diprediksi. Bahkan sudah ada isu mosi tidak percaya pada Pak Agum. Seharusnya KN dan Pak Agum tanggap, bahkan kalau perlu ajak duduk dulu; ini mau diselamatkan atau tidak.

“Kelompok 78 juga sudah harus berpikir jernh, lebih memikirkan kepentingan nasinal. Kalau tuntutan mereka tak bisa dipenuhi, semestinya mereka bisa melakukan lobi, meminta skorsing barang 1 jam untuk bicara dengan Pak Agum. Tapi yang terjadi ini malah dipertontonkan di depan masyarakat. Kalau begitu, mereka takkan dapat nama (citra),” paparnya.

Taufik menilai, pertentangan di antara KN dengan Kelompok 78 mencapai puncaknya di kongres semalam karena tidak ada komunikasi yang lebih baik. Untuk mengurangi atau menghilangkan kecurigaan masing-masing, mereka semestinya bisa duduk bersama dulu.

“Menurut saya, Kelompok 78 mungkin cuma bisa turun tensinya kalau ada GT-AP. Itu yang blunder. Semestinya dua hari lalu KN bertemu dengan mereka dan GT-AP. Kalau mau ngotot-ngototan, di situ saja sekalian, jangan pas kongres.”

Selanjutnya, sambung pria yang pernah menjadi manajer timnas U-13 di kejuaraan AFC Cup 2009 di Malaysia itu, pemerintah harus mengambil tindakan kongkret dan tegas supaya roda persepakbolaan nasional bisa berjalan dengan lebih baik.

“Saya mengusulkan, Menpora membentuk semacam pelaksana harian. KN biarkan kerja dengan FIFA dan lain-lain. Pemerintah harus turun tangan supaya ada ketegasan. ‘Ini negara, yang tidak mau ikut silakan keluar dari Indonesia’. Kita masih bisa menghindari sanksi FIFA terutama untuk menyelamatkan agenda SEA Games dan Piala AFF U-23,” tukasnya.

Terakhir, Taufik meminta semua pihak kembali berusaha dengan lebih baik dengan duduk bersama. “nisiatif dari pemerintah. Tidak boleh ada lagi yang ngotot-ngototan. Ini rembug merah-putih. Kalau masih merasa sebagai orang Indonesia, ya tolonglah kepala dingin

http://www.centralartikel.com/2011/05/kongres-pssi-bikin-malu-indonesia.html

 

Komentar : PR buat pemerintah dan penegak hukum. Tapi hukum di Indonesia terkesan aneh, sih. Kayak gini contohnya:

 

Pemerintah Tak Libatkan KPK Bahas RUU Tipikor

JAKARTA – Pemerintah ternyata tidak melibatkan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam pembahasan rancangan undang-undang tindak pidana korupsi (RUU Tipikor).Padahal, menurut Wakil Pimpinan KPK M Jasin, lembaga tempatnya bekerja perlu dilibatkan untuk memberikan masukan dalam pembahasan sebagai pelaksana undang-undang.

“Tentunya kalau kami terlibat harmonisasi UU itu, dipanggil MenkumHAM, selama ini kami nggak ikut, harusnya ikut,” kata Jasin di gedung KPK, kepada wartawan, di Jakarta Rabu (29/3/2011).

Jasin menganggap ada beberapa poin dalam RUU Tipikor yang dapat memperlemah tidakan KPK dalam memberantas korupsi. Beberapa pasal tersebut malah membuat lembaga hukum pemeberantasan korupsi tumpul. “Pelemahan pemberantasan korupsi, kami lihat bebrapa pasal yang ada di situ, pelapor bisa dipidanakan,” tambahnya

Selama ini KPK, hanya dilibatkan dalam pembahasan UU Tipikor pada 2007, pada periode pimpinan pertama. “Hanya beberapa kali, pada 2007, periode pimpinan pertama. Periode pimipinan kedua pada 2008, kami tidak diajak,” tandasnya.

Sebelumnya diberitakan, Indonesian Corruption Watch (ICW) menilai ada upaya pelemahan terhadap pemberantasan korupsi melalui RUU Tipikor. Pasal tersebut antara lain :

1. Menghilangkan ancaman hukuman mati yang sebelumnya diatur di Pasal 2 ayat (2) UU No 31 Tahun 1999.

2. Menghilangnya pasal 2 yang paling banyak digunakan aparat penegak hukum dalam menjerat koruptor.

3. Hilangnya “ancaman hukuman minimal” di sejumlah pasal. ICW menemukan tujuh pasal di RUU tipikor yang tidak mencantumkan ancaman hukuman minimal.

4. Penurunan “ancaman hukuman minimal” menjadi hanya 1 tahun. Hal tersebut dikhawatirkan menjadi pintu masuk untuk memberikan hukuman percobaan bagi koruptor bila dibandingkan dengan UU No 31 Tahun 1999 yang bervariasi mulai dari 1 tahun bahkan 4 tahun untuk korupsi yang melibatkan penegak hukum dan merugikan keuangan negara.

5. Melemahnya sanksi untuk “mafia hukum” seperti suap untuk aparat penegak hukum di UU No 31 Tahun 1999 jo UU 20/2001 suap untuk hakim ancaman minimal 4 tahun dan maksimal 20 tahun. Sedangkan di RUU Tipikor minimal hanya 1 tahun dan maksimal 7 tahun (ditambah 1/3) atau 9 tahun.

6. Ditemukan pasal yang potensial mengkriminalisasi pelapor kasus korupsi.

7. Korupsi dengan kerugian negara di bawah Rp25 juta bisa dilepas dari penuntutan hukum (pasal 52). Dalam klausul tersebut disebutkan pelepasan penuntutan hanya dilakukan setelah uang dikembalikan dan pelaku mengaku bersalah. Hal ini tetap dinilai sebagai bentuk kompromi terhadap koruptor yang dikhawatirkan akan membuat korupsi kecil-kecilan yang terjadi di pelayanan publik akan semakin marak.

8. Kewenangan penuntutan KPK tidak disebutkan secara jelas dalam RUU (pasal 32), padahal di pasal sebelumnya posisi KPK sebagai penyidik korupsi disebutkan secara tegas. Hal ini menurut ICW harus dicermati agar tidak menjadi celah untuk membonsai kewenangan penuntutan KPK.

9. Tidak ditemukan dalam RUU Tipikor aturan seperti Pasal 18 UU 31 Tahun 1999 dan UU 20 Tahun 2001 yang mengatur tentang tindak pidana tambahan, pembayaran uang pengganti kerugian negara, perampasan barang yang digunakan dan hasil untuk korupsi, penutupan perusahaan yang terkait korupsi.
(ful)

from : http://news.okezone.com/read/2011/03/30/339/440640/pemerintah-tak-libatkan-kpk-bahas-ruu-tipikor

 

Menkumham: Pembawa Narkoba 1 Gram Tak akan Dipidana

Posted by AdventureX 3:01 PM, under | No comments

Metrotvnews.com, Bandung: Polisi tak akan memidana pecandu yang kedapatan mengantongi kurang dari 1 gram narkoba. Polisi justru akan membawa pecandu tersebut ke pusat rehabilitasi. Tapi pecandu akan dipidana apabila tertangkap untuk kedua kalinya.
Demikian dikatakan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Patrialis Akbar di Bandung, Jawa Barat, baru-baru ini. Ia mengaku keputusan itu merupakan kesepakatan Kemenkumham dengan Badan Narkotika Nasional (BNN).
Namun, ujarnya, batasan 1 gram itu tak berlaku untuk semua jenis narkoba. Sebab, ada klasifikasi narkoba.
Selain itu, Patrialis mengatakan tengah bekerja sama dengan BNN untuk mendesain penyelenggaraan Peraturan Pemerintah 25 Tahun 2011 tentang ketentuan wajib lapor bagi pecandu narkotika.
Pecandu narkoba akan direhabilitasi di blok khusus di lembaga pemasyarakatan. Namun, tak menutup kemungkinan apabila lokasi rehabilitasi ditempatkan di Puskesmas dan rumah sakit, seperti yang diusulkan Kementerian Kesehatan. Patrialis berharap peraturan itu dapat terlaksana pada tahun 2011.(Iwan Gumilar/RRN)

FROM http://adventureisgood.blogspot.com/2011/05/menkumham-pembawa-narkoba-1-gram-tak.html

 

PADAHAL KENYATAANNYA:

 

Revisi UU Berpotensi Melumpuhkan KPK

Submitted by keeper on Mon, 2011-04-25 09:35

Indonesia Corruption Watch (ICW) bersama Koalisi Pemantau Peradilan (KPP) menyatakan penolakan terhadap rencana revisi Undang-undang Nomor 30 tahun 2002 tentang KPK yang ditengarai tengah dibahas di Sekretariat Jenderal DPR RI. Revisi UU KPK dinilai akan melumpuhkan kewenangan lembaga antikorupsi yang telah menjerat banyak koruptor dari kalangan pejabat negara dan petinggi parpol itu.

“Tampak adanya upaya pengerdilan terhadap kewenangan KPK. Ketika lembaga ini mulai menyentuh pusat-pusat kekuasaan, serangan balik semakin meningkat,” ujar Koordinator Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Febri Diansyah, dalam jumpa pers di sekretariat ICW, Jalan Kalibata Timur, Jakarta, Minggu (24/4/2011).

Febri mengatakan, serangan balik terhadap KPK sudah terjadi sebanyak 15 kali, yang paling parah berupa serangan legislasi. Selama KPK berdiri, tercatat ada 13 kali upaya yudicial review UU KPK ke Mahkamah Konstitusi, 11 diantaranya potensial memangkas kewenangan KPK.

Upaya serangan balik ini terjadi karena ada sejumlah pihak yang mulai terganggu dengan kerja-kerja KPK. Sampai hari ini, ICW mencatat KPK sudah memproses 42 anggota DPR yang tersebar dalam delapan kasus korupsi. Jika semua kasus diproses secara tuntas oleh KPK, bukan tidak mungkin ada lebih dari 100 anggota DPR yang akan dijerat korupsi. “KPK adalah ancaman serius bagi politik transaksional,” tukas Febri.

Pembahasan revisi UU KPK secara diam-diam telah dilakukan oleh DPR dengan menugaskan Sekjen DPR untuk menyusun draft Naskah Akademis dan RUU KPK. ICW juga pernah diundang dalam diskusi pembahasan revisi UU tersebut. Dalam undangan tertanggal 5 April 2011, ICW diminta menanggapi 10 poin yang akan direvisi.

Kesepuluh poin yang tercantum dalam Term of Reference itu adalah; tumpang tindihnya kewenangan penyelidikan kasus, prosedur penyadapan KPK, wacana pengangkatan penyidik dan penuntut di liar Polri dan Kejaksaan, kantor perwakilan KPK di daerah, kewenangan SP3 KPK, efektifitas tugas dan kewenangan KPK, fungsi pencegahan KPK, monitoring penyelenggaraan pemerintahan negara, mekanisme pergantian antar waktu pimpinan KPK, serta pengambilan keputusan pimpinan secara kolektif.

Dari sepuluh poin yang dibahas, memang ada sejumlah poin yang akan menguntungkan KPK, salah satunya penunjukan penyidik dan penuntut independen di luar Polisi dan Jaksa. “Namun ada lebih banyak poin yang berpotensi memutilasi kewenangan KPK. Kami sendiri tidak yakin dengan integritas anggota DPR yang akan membahas draf revisi UU itu,” kata Febri.

“Tidak ada urgensi revisi KPK selama tidak ada masalah serius di dalamnya. Kami justru mencurigai ada upaya mematikan KPK,” ujar M hendra Setiawan, Kadiv Monitoring, Advokasi dan Investigasi Masyarakat Pemantau Parlemen Indonesia (MAPPI). Farodlilah

FROM : http://antikorupsi.org/antikorupsi/?q=content/19659/revisi-uu-berpotensi-melumpuhkan-kpk

 

Ini Alasan ICW Tolak Rencana Revisi UU KPK

Hadi Suprapto, Mohammad Adam

Pengunjuk rasa di depan kantor KPK (Antara/ Ismar Patrizki)
BERITA TERKAIT

VIVAnews – Indonesia Corruption Watch menengarai rencana Dewan Perwakilan Rakyat merevisi Undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi hanya memperlemah gerakan pemberantasan korupsi di Indonesia. Karena itu, ICW menolak revisi UU KPK tersebut.

“Alih-alih memperkuat peran KPK, ternyata hanya memperlemah,” kata Koordinator Divisi Hukum ICW, Febri Diansyah, di Kantor ICW, Jakarta, Minggu 24 April 2011.

ICW mengetahui DPR sedang menyusun draft naskah akademik revisi UU KPK. “Kami dengan tegas menolak revisi dan meminta DPR menghentikan revisi,” ujarnya.

Memang, ICW mengakui masih ada kekurangan-kekurangan atas tindakan lembaga antikorupsi ini. Namun, menurut dia, itu hanya kelemahan implementasi, bukan pada aturan. “Karena itu, tidak butuh revisi undang-undang,” ujar Febri.

Menurut perkiraan ICW, jika revisi dilakukan, maka arahnya hanya menjadikan KPK sebagai lembaga yang tak berdaya, karena kewenangannya dibatasi. “Kondisi politik saat ini menghendaki lumpuhnya pemberantasan korupsi,” ujar Febri.

Menurut dia, KPK tak mungkin dibubarkan, karena tekanan internasional yang menghendaki keberadaan lembaga itu. “Tapi KPK akan dibuat keropos dari dalam, sehingga tak bisa bekerja maksimal.”  ICW tidak percaya ada itikad baik dari DPR memperkuat KPK melalui revisi undang-undang itu.

ICW bahkan memandang, revisi undang-undang itu hanya serangan balik pada pemberantasan korupsi. KPK yang mengusut korupsi pejabat-pejabat yang berkuasa dianggap telah mengganggu mereka.

Menurut catatan ICW, KPK berhasil memproses 42 anggota DPR dalam delapan kasus korupsi yang berbeda-beda. “KPK bisa jadi ancaman serius bagi politik transaksional,” ujarnya.

Serangan itu, menurut Febri, banyak dilakukan pada level legislasi. Sebab itu, sudah 13 kali undang-undang ini diuji kembali (judicial review). “Dari 13 judicial review, 11 di antaranya potensial mengancam kewenangan strategis KPK.” (adi)

FROM : http://nasional.vivanews.com/news/read/216426-ini-alasan-icw-tolak-rencana-revisi-uu-kpk

Narkoba 1 Gram Menggoda Manipulasi dan Kongkalikong

Peraturan yang mengatur setiap pecandu yang kedapatan membawa kurang dari 1 gram narkotika akan dibebaskan rawan manipulasi dan kongkalikong. Diragukan bakal memicu penyimpangan di lapangan.

Adrianus Meliala

KRIMINOLOG dari Universitas Indonesia (UI), Adrianus Meliala mengatakan, aturan pengguna narkoba kurang 1 gram yang tertangkap kali pertama bisa bebas, rawan manipulasi kongkalikong antara polisi dan si pengguna.

“Jika pengedar yang ditangkap. Lalu mereka kongkaling dengan polisi agar kepolisian menyatakan bahwa dia hanya memiliki 1 gram dan dikatakan sebagai pengguna,” kata Adrianus.

Pendapat Adrianus ditepis oleh Direktur Narkotika Alami BNN, Benny Joshua Mamoto, pihaknya akan mengantisipasi dengan cara menempatkan diri pada posisi pelaku.

“Kita terus mengantisipasi dengan berpikir kita di posisi para pelaku itu. Maka kita akan bisa mengantisipasi,” tegas Benny.

Benny mengatakan, kebijakan yang disepakati bersama tersebut bertujuan mengurangi para pecandu narkotika. Para pemegang kebijakan soal narkotika akan fokus untuk mengejar para bandar yang dianggap lebih berbahaya ketimbang pengguna.

Dalam peraturan itu disebutkan, pecandu yang sudah cukup umur diwajibkan melapor pada instusi yang ditunjuk pemerintah. Selain itu, setiap orangtua juga dapat mewakilkan dalam laporan yang akan dilayangkan. “Mereka nantinya bisa mendapatkan fasilitas rehabilitasi dari institusi yang ditunjuk pemerintah,” jelas Benny.

Institusi tersebut merupakan lembaga rehabilitasi medis yang ditunjuk sendiri oleh pemerintah dan diawasi BNN seperti Rumah Sakit Ketergantungan Obat di Cibubur, Rumah Sakit Jiwa di seluruh Indonesia, Panti Rehabilitasi Kementerian Sosial, serta tempat-tempat rehabilitasi yang diselenggarakan masyarakat yang mendapat akreditasi dari Kementerian Kesehatan.

Bagi yang melapor nantinya akan dilakukan pendataan. Bagi pelapor yang pertama kali nantinya dia akan dikirim ke panti rehabilitasi. “Begitu juga jika tertangkap yang kedua kali. Sementara yang ketiga baru diproses hukum, namun putusan pengadilan juga harus rehabilitasi. Pengadilan memiliki kewenangan untuk memutuskan berapa lama mereka direhabilitasi,” katanya.

Dalam dokumen Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) No: 04 tahun 2010, tertera klasifikasi pemidanaan tindak pidana narkotika sebagaimana tercantum dalam Undang-undang RI No 35 tahun 2009, tentang Tindak Pidana Narkotika.

Mereka yang membawa atau tertangkap narkotika shabu 1 gram, ekstasi 2,4 gram, heroin dan kokain 1,8 gram, ganja 5 gram, daun koka 5 gram, dapat dipidanakan kecuali untuk narkotika Metadon (0,5 gram) dan Petidin (0,96 gram).

Sementara yang kedapatan membawa kurang dari klasifikasi tersebut dikenakan wajib lapor. Peraturan tersebut diatur dalam Peraturan Pemerintan (PP) No. 25 tahun 2001. “Syaratnya mereka harus melapor. Kalau tidak mereka juga akan kena,” tegasnya.

Pada kesempatan terpisah, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Patrialis Akbar menambahkan, peraturan baru pengguna narkoba di bawah satu gram tidak akan dijebloskan ke penjara tak akan disalahgunakan oleh pengedar narkoba. “Justru, kalau pengedar, ada koordinasinya. Itu tidak ada ampunnya. Langsung sikat,” kata Patrialis.

Indra Maliara

FROM : http://monitorindonesia.com/2011/05/narkoba-1-gram-menggoda-manipulasi-dan-kongkalikong/

Aturan Rehab Narkoba 1 Gram Dinilai Untuk Cari Proyek

Minggu, 15 Mei 2011 19:33 WIB

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Rencana pemerintah untuk merehabilitasi pengguna narkoba di bawah satu gram dinilai hanya akal-akalan untuk mendapatkan proyek pembangunan pusat rehabilitasi.

Psikiater yang kerap menangani pengguna psikotropika, Prof Dadang Hawari menduga, latar belakang rencana pemerintah itu adalah untuk mendapatkan proyek pembangunan sarana rehabilitasi narkoba.

“Ya belum nanti dana pembangunannya itu di mark-up (digelembungkan),” kata Dadang saat dihubungi Republika, Ahad (15/5).

Menurutnya, rencana seperti itu menunjukkan ketidakmampuan pemerintah untuk menangani pemberantasan narkoba. Karena, jika hanya berpatokan nilai satu gram bagi pengguna yang tidak mendapatkan sanksi hukuman, hal tersebut sulit untuk dilakukan.

“Bagaimana cara mengukurnya, selama ini kan kita tahu banyak permainan yang dilakukan oleh penegak hukum kita,” katanya. Menurutnya, cara seperti itu akan membuka peluang munculnya tindakan manipulatif yang dilakukan oleh oknum penegak hukum.

Misalnya, ada pengguna yang ditangkap menggunakan narkoba di atas 10 gram. Namun, dengan permainan oknum penegak hukum yang telah disuap, maka pengguna itu dikatakan hanya ditangkap membawa narkoba di bawah 1 gram saja dan akhirnya hanya mendapat sanksi rehabilitasi saja.

Pemerintah menge luarkan Peraturan Pemerintah (PP) No 25/2011 tentang Pelaksanaan Wajib Lapor Pencandu Narkotika yang diteken Presiden Susilo Bambang Yudhoyono pada 18 April lalu. PP itu menyebutkan, pemakai nar koba yang tertangkap, tidak langsung ditahan. Menurut Patrialis, mereka akan direhabilitasi.

Jika tertangkap lagi, jelasnya, si pemakai bisa diproses hukum atau direhabilitasi lagi, tergantung pada keputusan pengadilan. Ketentuan ini belum berlaku untuk narkotika jenis heroin dan ganja.

from http://www.republika.co.id/berita/nasional/hukum/11/05/15/ll8ljy-aturan-rehab-narkoba-1-gram-dinilai-untuk-cari-proyek

 

Komentar : Weleh, hukumnya kok malah menguntungkan orang yang bersalah? Ada apakah dibalik semua ini?
Jujur, kalau ada kesempatan melepas kewarganegaraan, aku akan jadi orang pertama yang mengajukan diri. Nggak nyaman rasanya tinggal di negara dengan kondisi begini! Perasaanku sama kayak puisi berikut:

MALU (AKU) JADI ORANG INDONESIA
Karya : Taufiq Ismail

I
Ketika di Pekalongan, SMA kelas tiga
Ke Wisconsin aku dapat beasiswa
Sembilan belas lima enam itulah tahunnya
Aku gembira jadi anak revolusi Indonesia
Negeriku baru enam tahun terhormat diakui dunia
Terasa hebat merebut merdeka dari Belanda
Sahabatku sekelas, Thomas Stone namanya,
Whitefish Bay kampung asalnya
Kagum dia pada revolusi Indonesia
Dia mengarang tentang pertempuran Surabaya
Jelas Bung Tomo sebagai tokoh utama
Dan kecil-kecilan aku nara-sumbernya
Dadaku busung jadi anak Indonesia
Tom Stone akhirnya masuk West Point Academy
Dan mendapat Ph.D. dari Rice University
Dia sudah pensiun perwira tinggi dari U.S. Army
Dulu dadaku tegap bila aku berdiri
Mengapa sering benar aku merunduk kini

II
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, ebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

III
Di negeriku, selingkuh birokrasi peringkatnya di dunia nomor satu,
Di negeriku, sekongkol bisnis dan birokrasi
berterang-terang curang susah dicari tandingan,
Di negeriku anak lelaki anak perempuan, kemenakan, sepupu
dan cucu dimanja kuasa ayah, paman dan kakek
secara hancur-hancuran seujung kuku tak perlu malu,
Di negeriku komisi pembelian alat-alat berat, alat-alat ringan,
senjata, pesawat tempur, kapal selam, kedele, terigu dan
peuyeum dipotong birokrasi
lebih separuh masuk kantung jas safari,
Di kedutaan besar anak presiden, anak menteri, anak jenderal,
anak sekjen dan anak dirjen dilayani seperti presiden,
menteri, jenderal, sekjen dan dirjen sejati,
agar orangtua mereka bersenang hati,
Di negeriku penghitungan suara pemilihan umum
sangat-sangat-sangat-sangat-sangat jelas
penipuan besar-besaran tanpa seujung rambut pun bersalah perasaan,
Di negeriku khotbah, surat kabar, majalah, buku dan
sandiwara yang opininya bersilang tak habis
dan tak utus dilarang-larang,
Di negeriku dibakar pasar pedagang jelata
supaya berdiri pusat belanja modal raksasa,
Di negeriku Udin dan Marsinah jadi syahid dan syahidah,
ciumlah harum aroma mereka punya jenazah,
sekarang saja sementara mereka kalah,
kelak perencana dan pembunuh itu di dasar neraka
oleh satpam akhirat akan diinjak dan dilunyah lumat-lumat,
Di negeriku keputusan pengadilan secara agak rahasia
dan tidak rahasia dapat ditawar dalam bentuk jual-beli,
kabarnya dengan sepotong SK
suatu hari akan masuk Bursa Efek Jakarta secara resmi,
Di negeriku rasa aman tak ada karena dua puluh pungutan,
lima belas ini-itu tekanan dan sepuluh macam ancaman,
Di negeriku telepon banyak disadap, mata-mata kelebihan kerja,
fotokopi gosip dan fitnah bertebar disebar-sebar,
Di negeriku sepakbola sudah naik tingkat
jadi pertunjukan teror penonton antarkota
cuma karena sebagian sangat kecil bangsa kita
tak pernah bersedia menerima skor pertandingan
yang disetujui bersama,

Di negeriku rupanya sudah diputuskan
kita tak terlibat Piala Dunia demi keamanan antarbangsa,
lagi pula Piala Dunia itu cuma urusan negara-negara kecil
karena Cina, India, Rusia dan kita tak turut serta,
sehingga cukuplah Indonesia jadi penonton lewat satelit saja,
Di negeriku ada pembunuhan, penculikan
dan penyiksaan rakyat terang-terangan di Aceh,
Tanjung Priuk, Lampung, Haur Koneng,
Nipah, Santa Cruz dan Irian,
ada pula pembantahan terang-terangan
yang merupakan dusta terang-terangan
di bawah cahaya surya terang-terangan,
dan matahari tidak pernah dipanggil ke pengadilan sebagai
saksi terang-terangan,
Di negeriku budi pekerti mulia di dalam kitab masih ada,
tapi dalam kehidupan sehari-hari bagai jarum hilang
menyelam di tumpukan jerami selepas menuai padi.

IV
Langit akhlak rubuh, di atas negeriku berserak-serak
Hukum tak tegak, doyong berderak-derak
Berjalan aku di Roxas Boulevard, Geylang Road, Lebuh Tun Razak,
Berjalan aku di Sixth Avenue, Maydan Tahrir dan Ginza
Berjalan aku di Dam, Champs Élysées dan Mesopotamia
Di sela khalayak aku berlindung di belakang hitam kacamata
Dan kubenamkan topi baret di kepala
Malu aku jadi orang Indonesia.

1998

Conclusion : NO OFFENS TO ANYONE. Ini pemikiranku sendiri dan semua berita diatas juga bukan aku yang ngeliput, tapi copy paste dari website-website yang dicantumkan.Everyone is guaranteed to have freedom of speech.