Alhamdulillah, Sudah Bebas Riba!

Setelah sekian lama bertransaksi di bank konvensional karena kepolosan sebagai anak muda, akhirnya aku berhasil memindahkan 100% uangku ke  bank syariah! Rasanya lega sekali karena selain bebas riba, juga BEBAS UANG ADMINISTRASI BULANAN! Bayangkan, kalau sebulan biaya administrasi dan biaya ATM dijumlah 15.000, terus setahun jadinya berapa, tuh? Jadi selama bertahun-tahun ini aku sudah sukses membuang-buang ratusan ribu rupiah untuk biaya administrasi plus terjerat sesuatu yang menurut agamaku, Islam, tidak halal.  Alhamdulillah, akhirnya aku berhasil melepaskan diri dari keduanya!

Buat yang belum tahu apa itu riba dan hubungannya dengan bank konvensional, ini dia penjelasan singkatnya:

 

Apa itu Riba?

Assalamu’alaikum guys! Di jaman modern seperti sekarang ini, pasti mata dan telinga kita semua sudah tidak asing lagi alias sering membaca dan mendengar kata “riba”. Dan kalau ditanya “riba itu apa si?” dijamin banyak diantara kita yang mendefinisikan riba itu bunga bank, sesuatu yang nggak boleh dalam islam, yang biasa ada di bank konvensional. lawannya riba itu syariah, hehehe..
 
sebenarnya nggak salah juga si pemahaman seperti di atas. Nggak salah? berarti ada jawaban yang lebih bener dong? Penasaran? Yuk cari tau..
 
Apa itu riba dari segi bahasa?

RIBA SECARA BAHASA : زيادة   TAMBAHAN, نمو TUMBUH, MEMBESAR. Secara epistimiologi (bahasa) mempunyai arti az-ziyadah atau tambahan. Dalam pengertian lain, secara linguistic, riba juga berarti tumbuh atau membesar. sedangkan menurut istilah teknis riba berarti pengambilan tambahan dari harta pokok atau modal secara batil.
Badruddin Al-Ayni dalam kitabnya Umdatul Qori syarh Shahih al-Bukhori mendifinisikan riba:
الأصل فيه ( الربا) الزيادة , وهو فى الشرع الزيادة على أصل مال من غير عقد تبايع
“Prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syariat, riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riil”
Mengenai hal ini, Allah SWT mengingatkan dalam firmannya di surat an-nisa’ yang artinya:

Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil…(an-nisa : 29)

Selanjutnya Pengertian riba dalam ayat al Quran yaitu setiap tambahan yang diambil tanpa adanya satu transaksi pengganti atau penyeimbang yang dibenarkan syariah. Yang dimaksud transaksi pengganti atau penyeimbang disini adalah transaksi bisnis atau komersial yang melegitimasi adanya penambahan tersebut secara adil. Seperti transaksi jual beli, gadai, sewa, atau bagi hasil proyek.
 
Lha kok bisa?
  1. Dalam transaksi sewa, si penyewa membayar upah sewa karena adanya manfaat sewa yang di nikmati, termasuk menurunya nilai ekonomis suatu barang karena penggunaan si penyewa. 
  2. Dalam jual beli, si pembeli membayar harga atas imbalan barang yang di terimanya. Demikian juga dalam proyek bagi hasil, para peserta perkongsian berhak mendapat keuntungan karena di samping menyertakan modal turut serta menanggung kemungkinaan resiko kerugian yang bisa saja muncul setiap saat.
  3. Dalam transaksi simpan-pinjam dana, secra konvensional, si pemberi pinjaman mengambil tambahan dalam bentuk bunga tanpa adanya suatu penyeimbang yang diterima si peminjam tersebut. Yang tidak adil di sini adalah si peminjam di wajibkan untuk selalu, tidak boleh tidak, harus, mutlak, dan pasti untung dalam setiap penggunaan kesempatan tersebut.
Larangan riba di dalam Al-Quran:
Tahapan Pertama, ayat yang menolak anggapan bahwa pinjaman riba itu sebagai amal yang mendekatkan diri kepada Alloh SWT (Q.S. Ar Ruum : 39)

QS. AR-RUUM: 39
وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ رِبًا لِيَرْبُوَا فِي أَمْوَالِ النَّاسِ فَلَا يَرْبُوا عِنْدَ اللَّهِ وَمَا آتَيْتُمْ مِنْ زَكَاةٍ تُرِيدُونَ وَجْهَ اللَّهِ فَأُوْلَئِكَ هُمْ الْمُضْعِفُونَ
“DAN, SESUATU RIBA (TAMBAHAN) YANG KAMU BERIKAN AGAR DIA MENAMBAH PADA HARTA MANUSIA, MAKA RIBA ITU TIDAK MENAMBAH PADA SISI ALLAH. DAN APA YANG KAMU BERIKAN BERUPA ZAKAT YANG KAMU MAKSUDKAN UNTUK MENCAPAI KERIDOAN ALLAH, MAKA (YANG BERBUAT DEMIKIAN) ITULAH ORANG-ORANG YANG MELIPATGANDAKAN (PAHALANYA)”
Tahapan Kedua, ayat yang menjelaskan bahwa riba digambarkan sebagai sesuatu yang buruk dan ia adalah kesukaan orang yahudi (Q.S. An Nisaa : 160-161)
 QS. AN-NISAA: 160-161
فَبِظُلْمٍ مِنْ الَّذِينَ هَادُوا حَرَّمْنَا عَلَيْهِمْ طَيِّبَاتٍ أُحِلَّتْ لَهُمْ وَبِصَدِّهِمْ عَنْ سَبِيلِ اللَّهِ كَثِيرًا وَأَخْذِهِمْ الرِّبَا وَقَدْ نُهُوا عَنْهُ وَأَكْلِهِمْ أَمْوَالَ النَّاسِ بِالْبَاطِلِ وَأَعْتَدْنَا لِلْكَافِرِينَ مِنْهُمْ عَذَابًا أَلِيمًا
“MAKA DISEBABKAN KEZALIMAN ORANG-ORANG YAHUDI, KAMI HARAMKAN ATAS MEREKA (MEMAKAN MAKANAN) YANG BAIK-BAIK (YANG DAHULUNYA) DIHALALKAN BAGI MEREKA, DAN KARENA MEREKA BANYAK MENGHALANGI (MANUSIA) DARI JALAN ALLAH, DAN DISEBABKAN MEREKA MEMAKAN RIBA, PADAHAL SESUNGGUHNYA MEREKA TELAH DILARANG DARINYA, DAN KARENA MEREKA MEMAKAN HARTA ORANG DENGAN JALAN BATIL. KAMI TELAH MENYEDIAKAN UNTUK ORANG-ORANG YANG KAFIR DI ANTARA MEREKA ITU SIKSA YANG PEDIH”
 

Tahapan Ketiga, ayat yang mengharamkan riba apabila di dalam riba itu ada tambahan berlipat ganda (Q.S. Ali Imran : 130)

QS. ALI IMRAN: 130 

يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا لَا تَأْكُلُوا الرِّبَا أَضْعَافًا مُضَاعَفَةً وَاتَّقُوا اللَّهَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ

 
“HAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN, JANGANLAH KAMU MEMAKAN RIBA DENGAN BERLIPAT GANDA DAN BERTAQWALAH KAU  KEPADA ALLAH SUPAYA KAMU MENDAPAT KEBERUNTUNGAN”
 

Tahapan Terakhir, ayat yang memutuskan bahwa Alloh SWT mengharamkan segala jenis riba (Q.S. Al Baqarah : 278-279) 

 
 
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنْ الرِّبَا إِنْ كُنتُمْ مُؤْمِنِينَ. فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنْ اللَّهِ وَرَسُولِهِ وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
“HAI ORANG-ORANG YANG BERIMAN, BERTAKWALAH KEPADA ALLAH DAN TINGGALKAN SISA RIBA (YANG BELUM DIPUNGUT) JIKA KAMU ORANG-ORANG YANG BERIMAN. MAKA JIKA KAMU TIDAK MENGERJAKAN (MENINGGALKAN SISA RIBA) MAKA KETAHUILAH BAHWA ALLAH DAN RASULNYA AKAN MEMERANGIMU. DAN JIKA KAMU BERTOBAT (DARI PENGAMBILAN RIBA) MAKA BAGIMU POKOK HARTAMU; KAMU TIDAK MENGANIAYA DAN TIDAK PULA DIANIAYA”

 

Riba menurut jumhur ulama sepanjang sejarah islam dari berbagai mazhahib fiqhiyah:

 
  1. Badr ad-din al-ayni, pengarang umdatul Qari syarah shahih Al Bukhari: “ prinsip utama dalam riba adalah penambahan. Menurut syariah riba berarti penambahan atas harta pokok tanpa adanya transaksi bisnis riel.
  2. Imam Sarakhi dari Mazhab Hanafi : Riba adalah tambahan yang disyaratkan dalam transaksi bisnis tanpa adanya iwadh (atau padanan yang di benarkan oleh syariah atas penambahan tersebut.
  3. Raghib al-asfahani :Riba adalah penambahan atas harta pokok
  4. Imam An-Nawawi dari Mazhab Syafii : Salah satu bentuk riba yang dilarang oleh al Quran dan as sunnah adalah penambahan atas harta pokok karena unsure waktu. Dalam dunia perbankan hal tersebut dikenal denganbunga kridit sesuai lama pinjaman.
  5. Qatadah : Riba jahiliyyah adalah seseorang yang menjual barangnya secara tempo hingga waktu tertentu. Apabilah telah datang waktu pembayaran dan si pembeli tidak mampu membayar, maka ia memberikan bayaran tambahan atas penangguhan.
  6. Zaid bin Aslam : Yang di maksud dengan riba jahiliyyah yang berimplikasi pelipat-gandaan sejalan dengan waktu adalah seseorang yang memiliki piutang atas mitranya. Pada saat jatuh tempo ia berkata “ bayar sekarang atau tambah.
  7. Mujahid : Mereka menjual daganganya dengan tempo. Apbila telah jatuh tempo dan (tidak mampu bayar) si pembeli memberikan tambahan atas tambahan waktu.
  8. Ja’far Ash-Shadiq dari Kalangan Syiah : Berkata ketika ditanya mengapa Allah SWT mengharamkan riba-“ supaya orang tidak berhenti berbuat kebajikan. Karena ketika diperkenalkan untuk mengambil bunga atas pinjaman, maka seseorangf tidak berbuat ma’ruf lagi atas transaksi pinjam-meminjam dan sejenisnya. Padahal qard bertujuan untuk menjalin hubungan yang erat kebajikan antar manusia.
  9. Imam Ahmad bin hambal : sesungguhnya riba itu adalah seseorang memiliki hutang maka dikatakan kepadanya apakah akan melunasi atau membayar lebih. Jikalau tidak mampu melunasi, ia harus menambah dana (dalam bentuk bunga pinjam) atas penambahan waktu yang diberikan
  10. Asy-syaikh Abdulrahman Taj : Riba adalah setiap tambahan yang berlangsung pada salah satu pihak (dalam) aqad mu’wwadhah tanpa mendapatkan imbalan.; atau tambahan itu diperoleh karena penangguhan

 
Jenis Riba
 
Secara garis besar, riba dikelompokkan menjadi dua, yaitu riba hutang-piutang dan riba jual beli. Riba hutang piutang ada dua macam : riba qardh, dan riba jahiliyyah. Begitu juga riba jual beli dibagi menjadi dua macam : riba fadl, dan riba nasiah.

 

Riba Qardh
Suatu manfaat atau tingkat kelebihan tertentu yang disyaratkan terhadap yang berhutang (muqtaridh).

Riba Jahiliyyah
Hutang dibayar lebih dari pokoknya, karena si peminjam tidak mampu membayar hutangnya pada waktu yang ditetapkan (Penambahan harta sebagai denda dari penambahan tempo,atau bayar hutangnya nambah sesuai dengan mundur-nya tempo).

Misal: Si A hutang Rp 1 juta kepada si B  dengan tempo 1 bulan. Saat jatuh tempo si B berkata: “Bayar hutangmu.” Si A menjawab: “Aku tidak punya uang. Beri saya tempo 1 bulan lagi dan hutang saya menjadi Rp 1.100.000.” Demikian seterusnya.
Sistem ini disebut dengan riba mudha’afah (melipatgandakan uang).
Allah berfirman:

“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu memakan riba dengan berlipat ganda.” (Ali ‘Imran: 130)

 

Riba Fadhl
Pertukaran antarbarang sejenis dengan kadar atau takaran yang berbeda, sedangkan barang yang dipertukarkan itu termasuk dalam jenis barang ribawi.

Riba Nasi’ah
Penangguhan penyerahan atau penerimaan jenis barang ribawi yang dipertukarkan dengan jenis barang ribawi lainnya. Riba dalam nasi’ah muncul karena adanya perbedaan, perubahan, atau tambahan antara yang diserahkan saat ini dengan yang diserahkan kemudian.

Dari artikel  ‘Apa itu Riba? — FOSEI’

Riba pada Bunga Bank

Dalam bahasa Arab bunga bank itu disebut dengan fawaid. Fawaid merupakan bentuk plural dari kata ‘faedah’ artinya suatu manfaat. Seolah-olah bunga ini diistilahkan dengan nama yang indah sehingga membuat kita tertipu jika melihat dari sekedar nama. Bunga ini adalah bonus yang diberikan oleh pihak perbankan pada simpanan dari nasabah, yang aslinya diambil dari keuntungan dari utang-piutang yang dilakukan oleh pihak bank.

Apapun namanya, bunga ataukah fawaid, tetap perlu dilihat hakekatnya. Keuntungan apa saja yang diambil dari utang piutang, senyatanya itu adalah riba walau dirubah namanya dengan nama yang indah. Inilah riba yang haram berdasarkan Al Qur’an, hadits dan ijma’ (kesepakatan) ulama. Para ulama telah menukil adanya ijma’ akan haramnnya keuntungan bersyarat yang diambil dari utang piutang. Apa yang dilakukan pihak bank walaupun mereka namakan itu pinjaman, namun senyatanya itu bukan pinjaman. Mufti Saudi Arabia di masa silam, Syaikh Muhammad bin Ibrahim rahimahullah berkata,

“Secara hakekat, walaupun (pihak bank) menamakan hal itu qord (utang piutang), namun senyatanya bukan qord. Karena utang piutang dimaksudkan untuk tolong menolong dan berbuat baik. Transaksinya murni non komersial. Bentuknya adalah meminjamkan uang dan akan diganti beberapa waktu kemudian. Bunga bank itu sendiri adalah keuntungan dari transaksi pinjam meminjam. Oleh karena itu yang namanya bunga bank yang diambil dari pinjam-meminjam atau simpanan, itu adalah riba karena didapat dari penambahan (dalam utang piutang). Maka keuntungan dalam pinjaman dan simpanan boleh sama-sama disebut riba.”

Tulisan singkat di atas diolah dari penjelasan Syaikh Sholih bin Ghonim As Sadlan –salah seorang ulama senior di kota Riyadh- dalam kitab fikih praktis beliau “Taysir Al Fiqh” hal. 398, terbitan Dar Blancia, cetakan pertama, 1424 H.

Dari penjelasan di atas, jangan tertipu pula dengan akal-akalan yang dilakukan oleh perbankan Syari’ah di negeri kita. Kita mesti tinjau dengan benar hakekat bagi hasil yang dilakukan oleh pihak bank syari’ah, jangan hanya dilihat dari sekedar nama. Benarkah itu bagi hasil ataukah memang untung dari utang piutang (alias riba)? Bagaimana mungkin pihak bank syariah bisa “bagi hasil” sedangkan secara hukum perbankan di negeri kita, setiap bank tidak diperkenankan melakukan usaha? Lalu bagaimana bisa dikatakan ada bagi hasil yang halal? Bagi hasil yang halal mustahil didapat dari utang piutang.

Dari artikel ‘Riba pada Bunga Bank — Muslim.Or.Id

 

Setelah paham, terus bank syariah mana yang pantas dituju? Kalau aku secara pribadi memilih bank syariah dengan kriteria sebagai berikut:

 

1. Yang Menyediakan Tabungan Dengan Akad Wadiah

Akad wadiah berarti tabungan titipan, dengan aturan pembayaran yang paling ringan pula

2. Bebas biaya administrasi

Lha, apa gunanya pindah ke bank syariah kalau masih dihantui biaya administrasi? Sama saja dong dengan bank konvensional! Lagipula masa mau tabungan kita bocor (lagi) tiap bulan?

3. Yang Tidak Ada Bagi Hasilnya

Ini untuk benar-benar menjamin kehalalannya.

4. Memiliki Jaringan Yang Luas

Jadi bisa tarik tunai/cek saldo gratis dan dekat dengan rumah

 

Di antara sekian banyak bank syariah, beberapa bank berikut ini yang menurutku lumayan bagus karena bebas administrasi bulanan dan memiliki akad wadiah, serta tidak ada biaya bagi hasil:

BNI Syariah Tabungan

Tabungan iB Hasanah

Tabungan iB Hasanah

Bentuk investasi dana yang dikelola berdasarkan prinsip syariah dengan akad Mudharabah atau simpanan dana yang menggunakan akad Wadiah yang memberikan berbagai fasilitas serta kemudahan bagi Nasabah dalam mata uang Rupiah

Fasilitas:

  • Buku Tabungan
  • BNI Syariah Card Silver
  • E-banking (SMS Banking, Internet Banking dan  Phone Banking)

Keunggulan:

  • BNI Syariah Card Silver sebagai kartu ATM dengan jaringan ATM (ATM BNI, ATM Bersama, ATM Link, ATM Prima & Cirrus) dan kartu belanja (Debit Card) di merchant berlogo MasterCard di seluruh dunia.
  • Dapat melakukan transaksi di counter teller BNI dan BNI Syariah seluruh Indonesia.
  • Pembukaan rekening otomatis berinfaq Rp 500,-
  • Dapat dijadikan sebagai agunan pembiayaan

Setoran awal

Wadiah                Rp 20.000,-

Minimum Saldo

  • Wadiah                Rp 20.000,-
  • Biaya dibawah minimum saldo untuk  wadiah free.

Biaya:

Biaya pengelolaan rekening wadiah      Rp. 0,-/bulan (free)

Biaya tutup rekening

Wadiah               Rp 20.000,-

Persyaratan:

  • Kartu Identitas Asli (KTP/Paspor)
  • Setoran awal

PS : Bisa juga pilih akun TabunganKu karena sama-sama bebas biaya administrasi ataupun bagi hasil

Danamon Syariah iB

Danamon Syariah iB merupakan simpanan dana berdasarkan prinsip Wadiah (titipan) yang penarikannya dapat dilakukan setiap saat dengan menggunakan ATM.

 

Fasilitas
• Layanan informasi rekening dan transaksi 24 jam melalui Phone Banking Danamon Access Center (DAC).
• Dapat melakukan transaksi (setor tunai, tarik tunai, pemindahbukuan dan transfer) di seluruh cabang Danamon baik Syariah maupun Konvensional.
• Gratis biaya administrasi bulanan.
• Tidak ada ketentuan Saldo Minimum untuk akad Wadiah
• Gratis kartu ATM perdana (khusus Nasabah Perorangan) dan gratis biaya ATM.
• Kemudahan untuk transaksi Check Saldo dan tarik tunai di mesin ATM Danamon, ATM Bersama, ALTO, Cirrus, DBS, POS Bank Singapore.
• Kartu ATM Danamon Syariah dapat digunakan untuk melakukan transfer antar bank anggota ALTO dan ATM Bersama di mesin ATM Danamon.
• Kartu ATM Danamon Syariah berfungsi juga sebagai Kartu Debit yang bisa dipakai berbelanja di merchant berlogo MasterCard, Maestro dan MasterCard Electronic.

 

Manfaat
• Dengan jaringan cabang Danamon yang luas dan online real time memudahkan transaksi bisnis Anda.
• Didukung teknologi canggih untuk kenyamanan Anda dalam bertransaksi

 

Begitulah hasil temuanku selama ini, kalau ada yang kurang/salah, monggo dibenarkan di kolom komen. Aku harap akan lebih banyak lagi muslim Indonesia yang terinspirasi dan ikut melakukan hijrah ke bank syariah. Udah halal, gratis biaya administrasi bulanan, dan manfaatnya juga sama dengan bank konvensional! Jadi, mau ikutan pindah ke bank syariah?

16 thoughts on “Alhamdulillah, Sudah Bebas Riba!

  1. Dari dua bank itu menurut anda yang paling bagus yang mana? Trus yang sya bca pas membuka saldo yang bni ada biaya. Apa gk pp? Apa gak termasuk akad ribawi?

    Suka

    • Dua-duanya sama-sama bagus menurut saya (maaf, saya bukan sales kedua bank itu :D). Setahu saya membuka tabungan akad wadiah di bni syariah tidak ada biayanya, yang ada hanya setoran awal, yang jadi tabungan kita tanpa potongan sebesar Rp.20.000.

      Suka

  2. Uang yang kita tabung dalam bni syariah, uangnya bebas dimanfaatkan oleh pihak bank tidak ya? Boleh tidak kita meminta, agar uang kita tersebut tidak dipakai oleh pihak bank? (agar lebih mantap kehalalannya, takutnya uangnya dipakai untuk hal-hal yang kita tidak tahu secara pasti kehalalannya)

    Suka

      • Saya sudah baca linknya, dan disitu yang dibahas adalah akad mudharabah, sementara akad yang saya sarankan di blog ini adalah akad wadiah, yang mana bebas biaya bulanan dan bebas bunga/bagi hasil. Saya memang agak ragu dengan akad mudharabah itu jadi lebih baik menghindar saja.

        Suka

      • Maaf sebelumnya.. Kalau sepengetahuan saya, akad wadiah alias titipan.. Ketentuannya.. Kita sbg org yg menitipkan, berhak menentukan nasib uang yg kita titipkan.. Boleh tdknya uang yg kita titipkan itu digunakan, ada di tangan kita/kewenangan kita. Sedangkan pihak yg dititipi tdk boleh memakai uang titipan tanpa ijin dr pemilik uang.

        Jd kl pemanfaatan uang tsb ada ditangan pihak yg dititipi (pihak bank) maka sdh jelas itu bukan akad wadiah (titipan). Kl seperti itu namanya hutang piutang.. Pihak bank meminjam uang dr kita utk dia gunakan terserah oleh dia..

        Malah, kl pihak yg dititipi (pihak bank) itu mengenakan biaya kpd pihak penitip uang, malah lebih baik.. Asalkan kewenangan pemanfaatan uang tsb sepenuhnya ada di pihak penitip/pemilik uang. Jadi yg seperti ini namanya adalah jasa penitipan..

        Nah, itulah yg kadang yg namanya bank syariah di sini.. Belum benar2 menerapkan ilmu syariat Islam yg sebenar2 nya.. Yg katanya wadiah, tp pengaplikasiannya belum sesuai.. Jd itulah yg membuat sangsi kemantapan kita utk menyimpan uang kita di bank syariah apalagi di bank konvensional..

        Wallaahu a’lam..

        Suka

      • Maaf, saya bukan ahli agama, jadi silakan berdiskusi dengan ahlinya. Setelah saya kaji, rupanya masalah wadiah ini masih jadi kontroversi dengan ada yang pro dan kontra. Kalau memang belum yakin, mungkin bisa menyimpan uang di tempat lain yang diyakini.
        Secara pribadi saya masih meyakini cara ini karena menyimpan uang di rumah zaman sekarang terbukti berbahaya dan toh saya sudah berusaha meminimalisir riba. Di dunia ini memang tidak ada yang sempurna, tapi sebisa mungkin berusaha mencapai kesempurnaan itu sedikit demi sedikit.
        Seperti dulu, sewaktu belum ada bank syariah, maka terpaksa menyimpan uang di bank konvensional. Sekarang sudah menjamur bank syariah, maka pilih yang paling aman resikonya. Mungkin ke depannya akan ada bank/tempat penyimpanan yang 100% murni syariah. Yang jelas saya sudah berusaha menuju kehidupan yang lebih Islami setiap harinya

        Disukai oleh 3 orang

  3. Saya setuju dengan Antum Akhi @messiaprinces. Minimal kita sudah meminimalisir. Dan hijrah ke kehidupan yg lebih baik. Saya juga pake Bank BNI Syariah pake akad Wadi’ah juga. Masalah mereka menggunakan uang kita di Akad Wadi’ah itu urusan mereka sama Allah. Dan juga pas kita mau ambil uang di ATM kan tetap ada uang tsb kapan pun kita mau, Minimal kita sudah membantu program MUI mensukseskan ekonomi syariah.

    Suka

Tinggalkan komentar